Archive for the ‘Keluarga’ Category

7 Cara Memaksimalkan Kecerdasan Anak

April 23, 2009

 

SETIAP anak dilahirkan dengan segala karakter, sifat, dan kecerdasannya. Seperti apa semua bekal dari Tuhan itu akan berkembang di kemudian hari, tergantung pada stimulasi apa yang mereka terima selama tumbuh.

Para peneliti kecerdasan individu selalu melihat gambaran menyeluruh saat mengukur inteligensi anak-anak. Psikologis Howard Gardner’s, penemu Multiple Intelligence Theory (Teori Kecerdasan Ganda) menguatkan fakta bahwa banyak perbedaan dalam cara seorang anak menjadi cerdas. Merunut pada sebuah pertanyaan, “Sepintar apa anak ini?”, sebuah pertanyaan yang baik akan berbunyi, “Bagaimana anak ini bisa pintar?”.

Selama tumbuh kembangnya, anak-anak belajar bagaimana bisa hidup bersama orang lain dan menemukan kebutuhan sendiri. Hal tersebut memberi kontribusi pada perkembangan kecerdasan mereka.

Multiple Intelligence Theory

Menurut Multiple Intelligence Theory, masing-masing kita memiliki tujuh kecerdasan atau cara untuk menjadi cerdas. Beberapa dari kita sangat piawai dalam ketrampilan tangan, lainnya bagus dalam membuat irama musik, atau mendendangkan lagu. Masing-masing tipe kecerdasan menjadi modal kita untuk memberikan sesuatu pada dunia. Apa yang menjadikan unik adalah cara kita mengekspresikan kecerdasan tersebut dalam kehidupan.

Berdasarkan teori tersebut, kita dapat membantu anak-anak meningkatkan kekuatan individunya. Tapi jangan terburu-buru melabeli seorang anak usia prasekolah nantinya akan menjadi seorang akuntan, artis, atau atlet, tanpa memberinya kesempatan mengeksplorasi dunia, bekerja dengan keterampilannya, dan membangun kemampuan diri.

Bayangkan seseorang yang tengah tumbuh tapi tidak dapat melakukan apapun selain menulis puisi, atau memecahkan masalah aljabar. Tentu membosankan. Untuk melakukan aktivitas sehari-hari seperti mengemudikan mobil atau mempraktikkan sebuah resep, seseorang harus cerdas dengan cara lain. Pada dasarnya, kita adalah manusia cerdas dengan ketujuh kecerdasan tersebut.

Berikut trik bagaimana memaksimalkan multiple intelligences, seperti diungkapkan Health24:

Word smart

Profesi jurnalis, pengacara, dan pendongeng punya kemampuan apa yang disebut Gardner sebagai kecerdasan bahasa. Orang-orang dengan kecerdasan ini sangat baik dalam menggunakan kemampuan menulis dan bicara saat berkomunikasi.

Logic smart

Orang dengan kecerdasan logical-mathematical sangat baik dalam berargumen, dan berpikir logis atas sebab-akibat. Peneliti, akuntan, dan programmer komputer secara umum memiliki kemampuan ini.

Picture smart

Dikenal pula sebagai spatial intelligence, yakni orang-orang mudah memvisualisasikan atau mengambar sesuatu secara akurat.

Music smart

Kecerdasan musikal adalah kecerdasan bermusik dan bernyanyi. Orang-orang dengan kecerdasan ini sangat menguasai melodi.

Body smart

Individu dengan bodily-kinesthetic intelligence sangat mudah mengendalikan pergerakan tubuhnya. Tidak hanya pada olahraga luar ruangan, tapi juga pekerjaan seperti menjahit dan bertukang.

Person smart

Beberapa orang memiliki kemampuan merespons dan memahami orang lain. Kecerdasan ini adalah sebuah anugerah di mana ia bisa dengan mudah melihat sesuatu dari perspektif lain.

Self smart

Orang-orang dengan kecerdasan ini cenderung lebih bersahaja dan bisa dengan mudah “memasuki” perasaan mereka lewat instropeksi dan meditasi.

Dengan mengeksplorasi semua kecerdasan tersebut, anak-anak akan menjadi individu yang lebih komprehensif dan bisa sukses di banyak aspek kehidupannya. Kita, terutama orangtua harus melihat perbedaan tersebut sebagai sebagai kekuatan diri setiap anak.

Beberapa anak memberi respons lebih pada kata-kata, sementara anak lainnya dengan musik, dan banyak hal lain. Intinya, biarkanlah anak-anak mengekspresikan diri. Jika mereka diberi kesempatan belajar dan meningkatkan diri di wilayah kehidupan yang mereka pilih, mereka tidak hanya akan menjadi kuat, tapi juga tumbuh menjadi pribadi cerdas di banyak cara dibanding lainnya.

Sumber : Okezone

Sepuluh Kiat Perkawinan Awet

May 7, 2008

Henry A. Ozirney dalam bukunya Knot Happy: How Your Marriage Can Be (Tate Publishing & Enterprises; New York; 2007) mengatakan, perkawinan merupakan wujud menyatunya dua individu ke dalam satu tujuan yang sama, yakni kebahagiaan yang langgeng bersama pasangan hidup. Namun, rasa cinta saja tak cukup karena akan ada banyak tantangan dan persoalan yang muncul mengusik kehidupan berumah tangga. Nah, saat gangguan itu muncul, ingat-ingatlah 10 tip Ozirney di bawah ini.

1. Bersiaplah untuk berkorban.

Setiap individu yang mengikatkan diri dalam perkawinan mau tak mau harus siap berkorban bagi pasangannya. Kadang dalam masalah kecil saja, dituntut pengorbanan yang besar. Contohnya, Anda baru sampai di pintu rumah dan merasa capek, tapi suami ternyata mengeluh badannya meriang dan minta dikerokin. Tentu niat semula hendak langsung beristirahat harus langsung di kesampingkan. Pengorbanan ini Anda dahulukan karena perhatian pada suami Anda anggap jauh lebih penting daripada rasa capek. Bila salah satu bersikap egois, tentu saja dapat menjadi pemicu munculnya perasaan kesal dan diperlakukan tak adil.

2. Tetap punya waktu untuk diri sendiri.

Sangatlah menyenangkan bila Anda memiliki kegiatan atau hobi yang dapat dilakukan bersama. Tapi jangan lupa, Anda juga perlu melakukan sesuatu atau berkegiatan sendiri tanpa didampingi pasangan. Punya waktu sendiri memberi kesempatan Anda untuk berpisah sementara dengan pasangan. Di saat ini, Anda dapat dengan jernih merefleksikan kembali kehidupan cinta Anda berdua. Kemudian melakukan koreksi diri tentang hal-hal yang perlu Anda lakukan untuk meningkatkan kebahagiaan perkawinan dan menghindari kebosanan karena berduaan terus. Di samping itu, sendirian sejenak dapat dimanfaatkan untuk mengevaluasi seberapa jauh Anda kangen pada pasangan.

3. Memelihara keintiman dan romantisme.

Suami-istri yang sudah cukup lama berumah tangga kadang kurang peduli terhadap hal yang satu ini. Tak ada lagi kata-kata pujian, makan malam bersama, bahkan perhatian pun kerap jadi barang mahal. Padahal kunci hubungan yang sukses adalah melakukan hal-hal kecil yang berharga bagi pasangan. Melalui gerak tubuh, kata-kata penuh cinta dan perhatian kecil, rasa cinta dapat tetap terpelihara. Justru ungkapan emosi yang positif terhadap pasangan menjadi “tabungan” bagi hubungan emosi mereka. Jika “rekening” masing-masing sama besarnya, dijamin hubungan akan tetap berlangsung manis di masa datang. Entah sekadar memberi sekuntum bunga, mencium pipi, menggandeng tangan, saling memuji, atau berjalan-jalan menyusuri tempat-tempat romantis, akan kembali memercikkan rasa cinta kepada pasangan hidup.

4. Pandai mengatur keuangan keluarga.

Hampir sebagian besar waktu dalam keluarga dewasa ini, khususnya pasangan suami-istri muda perkotaan, adalah untuk mencari nafkah. Artinya, faktor ekonomi tak bisa dianggap remeh. Bayangkan, apa yang bakal terjadi seandainya rumah tangga tak ditopang oleh kondisi finansial yang memadai. Mengatur ekonomi keluarga secara benar juga akan memberi rasa aman dan bahagia.

5. Berbagi tugas rumah tangga dan pengasuhan anak.

Kedua hal ini memberi kesempatan kepada pasangan untuk bekerja sebagai tim yang solid. Kegiatan membereskan rumah dan mengasuh anak dapat menjadi sarana mempererat tali perkawinan.

6. Komunikasi jujur dan terbuka.

Komunikasi merupakan salah satu pilar langgengnya hubungan suami-istri. Jadi, cobalah untuk senantiasa menjaga komunikasi dengan pasangan. Luangkan waktu untuk duduk dan ngobrol bersama, sekalipun hanya 5 menit setiap hari. Sempatkan untuk meneleponnya atau mengirim SMS romantis. Sapaan “selamat pagi” atau “selamat malam” di tempat tidur juga dapat dijadikan ajang berkomunikasi. Intinya, ciptakan komunikasi sehingga masing-masing pribadi merasa dibutuhkan.

7. Jangan memendam masalah.

Sebenarnya ini merupakan bagian dari komunikasi. Namun pada intinya, seperti apa pun perasaan Anda dan pasangan, hendaknya selalu dikomunikasikan. Rasa marah yang terpendam juga membuat Anda berusaha menghindari satu sama lain tanpa sebab yang pasti. Makanya akan lebih baik bila setiap kali muncul perasaan marah atau kesal hendaknya dikemukakan saja agar tidak timbul kesalahpahaman yang berlarut-larut. Namun kemukakan kekesalan Anda secara santun dan objektif.

8. Sadarilah Anda berdua adalah pribadi yang berbeda.

Ini bukan hanya dalam waktu singkat, tapi berlangsung untuk selamanya. Jadi wajar bila ikatan perkawinan akan selalu diwarnai perselisihan akibat perbedaan. Bukan saja perbedaan pendapat, tapi juga ketidaksetujuan akibat perbedaan-perbedaan yang lain. Pasangan yang gagal dalam perkawinan umumnya menaruh harapan terlalu tinggi bahwa pasangannya akan berubah sesuai keinginan dirinya. Sementara pasangan yang perkawinannya awet umumnya lantaran menyikapi perbedaan demi perbedaan dengan bijak. Perbedaan seyogianya tak harus menghancurkan perkawinan, melainkan justru memperkaya wawasan masing-masing sambil mencari solusi terbaik dengan selalu memprioritaskan kebahagiaan perkawinan.

9. Bersikap spontan.

Kebiasaan positif ini dapat diterapkan kapan saja. Misalnya, ingin menciptakan suasana romantis, mengatur jadwal makan malam di luar, bercinta, saling memuji, memerhatikan dan lain-lain yang sifatnya kejutan. Spontanitas ini bermanfaat untuk menghindari kebosanan dalam perkawinan. Lagi pula siapa sih yang tak suka mendapat kejutan menyenangkan? Yang penting, kejutan tersebut haruslah tulus dan penuh rasa cinta.

10. Selalu mengingat hal-hal terbaik dalam diri pasangan.

Apa saja hal-hal terbaik dalam diri pasangan yang membuat Anda mengambil keputusan untuk menikah dengannya? Selalu mengingat hal-hal terbaik yang dimiliki pasangan akan selalu menuntun Anda pada sejumlah kenangan manis yang tiada habisnya. Selain akan membuatnya merasa berharga di mata Anda. Ingat, hidup perkawinan tak luput dari dinamika hidup. Segalanya bisa saja berubah. Namun alasan mengapa Anda dulu begitu mencintainya akan selalu terpatri dalam lubuk hatinya. Begitu juga sebaliknya, sehingga kedua belah pihak akan selalu bertekad untuk menjaga hal-hal berharga tadi dan mempertahankan perkawinan.

Untuk menerapkan 10 tip tadi memang tak selalu mudah, tapi percayalah kunci-kunci ini dapat menyelamatkan perkawinan. Dan selalu menyerahkan perkawinan dan keluarga Anda kepada Tuhan. Tuhan Memberkati.

Sumber : Harian Global

Faith Journey Pada Remaja

May 6, 2008

Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi?
Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal;

Yoh 6:68

“Tuhan tolong lindungi boy, anjing kesayangan saya supaya dia tidak dibunuh orang jahat”. Itulah doa paling sungguh-sungguh yang saya panjatkan waktu saya berusia 5 tahun di tengah isu gempuran massa yang melempari batu ke rumah-rumah di Bandung di tahun 1974. Kekuatiran saya makin bertambah ketika orang-orang di rumah mengatakan saya harus lompat ke rumah belakang tanpa membawa boy kalau para perusuh datang. Takut tapi juga kelelahan, saya akhirnya tertidur pulas. Ketika saya terbangun keesokannya, betapa bahagianya saya karena rumah kami tidak kena amuk massa dan yang paling penting, anjing saya selamat. Itulah momen pertama saya merasakan relasi pribadi dengan Tuhan. Buat saya, Tuhan itu baik dan hebat karena Ia meluputkan kami dari bahaya. Hal ini sejalan dengan apa yang diajarkan mama tentang siapa Tuhan itu.
Dalam masa pra remaja, saya mulai suka membaca termasuk Alkitab dengan berbagai cerita di dalamnya. Saya kagum dengan berbagai cerita kepahlawan tokoh-tokoh Alkitab di Perjanjian Lama, khususnya yang mempertunjukkan kemenangan atas kejahatan dalam bagian akhir. Justru yang saya tidak suka adalah pada saat saya memasuki kisah kematian Yesus di kayu salib. Saya tidak memahami mengapa kalau Allah sungguh ada, Dia maha kuasa dan maha baik, Dia membiarkan Yesus mati dengan cara yang sangat mengenaskan dan memalukan? Saya tidak ketemu jawabannya. Saya putuskan melewatkan kisah itu dalam ketidak mengertian. Orang tua, guru, beberapa orang yang katanya lebih dewasa rohani mengatakan Tuhan itu baik. Saya pikir saya juga harus memiliki keyakinan seperti itu, tetapi dalam perjalanan waktu saya makin sulit mempertahankan keyakinan tersebut.
Banyak ketidakkonsistenan antara yang diajarkan dan yang dilakukan, khususnya fakta bahwa keluarga saya yang katanya pengikut Kristus, namun setiap minggu pagi sebelum pergi ke gereja, selalu terjadi konflik dan ketegangan di dalam rumah. Loh kalau Tuhan itu baik dan kita harus percaya Dia baik, mengapa keluargaku tidak baik?
Di dalam gereja yang seharusnya saya bayangkan akan penuh dengan kasih sayang dan penerimaan, malah sebaliknya penuh kepura-puraan. Pendeta berbicara soal kasih dan pengampunan, kakak-kakak yang katanya pengurus malah sibuk sendiri dengan program mereka, belum lagi percakapan diam-diam dalam kelompok di mana mereka saling menjelekkan orang lain dalam gereja. Saya jadi tambah bingung, di mana kasih sejati bisa saya temukan di sana? Kalau Tuhan memang hadir di sana, mengapa saya tidak merasakannya?
Iman yang dimulai dari cerita dan kekaguman akan berbagai kisah di Alkitab bertentangan dengan realita yang saya hadapi begitu memuakkan. Kekesalan akan Tuhan memuncak ketika saya dipaksa ikut katekisasi hanya sekedar untuk menerima baptisan sidi (di mana pada saat yang sama mama menjabat jadi majelis gereja), padahal saya sendiri sedang dalam tahap meragukan Tuhan. Saya yang anak majelis jadi sasaran pertanyaan sulit pada saat ujian akhir. Saya jawab berdasarkan bacaan, bukan berdasarkan iman saya. Saya benci diri saya sendiri yang tidak punya keberanian untuk menyatakan keraguan saya di hadapan orang lain.
Di tengah kekeringan dan kebingungan, saya dipertemukan sahabat sebangku yang sebenarnya bukan aktivis gereja. Dia dari keluarga non Kristen, tetapi dia mencintai Tuhan Yesus. Dia menceritakan kasih Tuhan dalam hidupnya dan melalui dia saya dimotivasi untuk membaca Alkitab. Lewat kesaksian dan diskusi kami bersama, saya mulai memiliki ketertarikan kembali kepada pribadi Tuhan. Sahabat saya ini banyak pergumulannya, tetapi saya bisa melihat iman dan kesungguhan dia dalam keseharian. Saya pikir kalau ada satu orang yang mirip dengan apa yang saya bayangkan tentang hidup bersama Yesus, maka sangat mungkin kisah Tuhan bukan sekedar fantasi tetapi nyata dalam hidup ini.
Sejak saat itu, saya berusaha untuk belajar, mencari kebenaran lewat banyak bertanya, saya mengalami pergumulan dalam relasi pribadi dengan Tuhan yang seringkali tetap jadi misteri. Namun sedikit demi sedikit saya mulai memahami mengapa Yesus harus mati, bagaimana memahami Tuhan bukan hanya dari sisi kasih semata tanpa melihat pribadi Allah secara menyeluruh, dan bagaimana menerima keberadaan anak-anak Tuhan yang jauh dari sempurna dari yang saya harapkan, ketika saya sadar saya juga belum sempurna.
Sesudah itu, saya masih sering bertemu orang yang berpura-pura, masih memiliki banyak sekali pertanyaan tentang misteri Tuhan, seperti mengapa seakan Allah diam ketika ada orang menderita. Ada banyak kebingungan yang saya alami, tetapi saya memilih sikap sama seperti para murid Yesus di atas. Di tengah ketidak mengertian mereka akan pengajaran Yesus yang rumit, mereka memilih tetap mengikut Yesus, karena hanya Yesus yang memberikan harapan pasti akan kekekalan, bukan yang lain.
Sekarang iman yang saya miliki bukan lagi didasarkan pada apa kata ortu, guru atau pendeta, tetapi dari apa yang Alkitab ajarkan dan apa yang saya lakukan dan alami dalam relasi bersama Tuhan.
Sobatku, mungkin kamu punya pengalaman yang mirip atau bisa juga berbeda. Menjadi anak Tuhan bukan berarti beriman tanpa memahami sama sekali. Beriman bukan ritual ibadah, rutinitas pelayanan, padahal kita tidak mengenal sungguh pribadi Yesus yang kita imani. Kenali Yesus lewat baca Alkitab, berani bertanya pada kakak rohani, berani bergumul, berani jujur mengakui bahwa masih banyak misteri yang tidak kita pahami adalah langkah-langkah kita mulai memiliki iman secara pribadi bukan iman yang didasarkan pada apa kata orang lain.


Sumber : http://www.my-lifespring.com

Cara Efektif Mengajarkan Nilai-nilai Positif Kepada Anak

May 5, 2008

“… akulah yang dalam Kristus Yesus telah menjadi Bapamu … sebab itu aku menasihatkan kamu: turutilah teladanku!” (I Korintus 4:15-16)

Luruskan dan tetapkanlah nilai-nilai Anda—hal-hal yang terpenting bagi Anda—demi kepentingan Anda dan anak Anda. Anda adalah figur yang ditiru, entah Anda suka atau tidak!

I. CARA MENCAPAINYA:
1. Telitilah dengan jujur nilai-nilai Anda.
2. Berangan-anganlah untuk menjadi orang yang Anda ingin anak Anda menjadi sepertinya.
3. Jika Anda mempunyai pasangan hidup, bicarakan dengan jujur hal-hal yang penting bagi Anda berdua.
4. Putuskan, seberapa penting pekerjaan berperan dalam hidup Anda dan pertimbangkan segala sesuatunya dari sana.
5. Hadapi dengan tenang persoalan genting yang menekan, sekarang juga. Menundanya hanya akan menambah parah.
6. Entah Anda bekerja atau tidak, jadikan “meluangkan waktu bersama anak” sebagai prioritas utama.

II. CARA MENGOMUNIKASIKAN:
1. Ceritakan kehidupan Anda dan ambillah pelajaran atau nilai positifnya.

Anak-anak senang mendengarkan cerita tentang masa kecil Anda. Selipkanlah beberapa dilema moral dalam cerita Anda, maka Anda akan mendapat kesempatan untuk mengajar nilai-nilai yang positif pada mereka.

2. Hiduplah menurut nilai-nilai yang Anda pegang—bertindaklah sesuai dengan perkataan Anda.
Anak-anak belajar dari meniru. Mereka mampu melihat dan membandingkan apakah yang Anda katakan dan lakukan sama. Oleh karena itu, janganlah membuat mereka bingung. Ikuti dan terapkan nilai-nilai yang Anda pegang dalam kehidupan sehari-hari.

3. Perkenalkan nilai-nilai agama kepada mereka.
Ajarlah mereka untuk mengetahui bahwa mereka tidak sendiri. Perkenalkanlah saudara-saudara seiman yang saling mendukung dalam komunitas bergereja. Hal ini akan memperkuat nilai-nilai positif dalam jiwa dan perilaku mereka.

4. Perhatikan siapa saja yang mengajarkan nilai-nilai kepada anak Anda.
Kenali orang-orang yang ada di sekitar anak Anda—guru di sekolah, guru Sekolah Minggu, teman dst. Ketahuilah nilai-nilai yang mereka anut, karena orang-orang yang menghabiskan banyak waktu bersama anak Anda pastilah akan memengaruhi mereka. Ketahuilah juga kepercayaan mereka.

5. Ajukan pertanyaan yang membangkitkan perbincangan tentang nilai-nilai mereka.
Mengatakan kepada anak-anak yang terlalu kecil tentang nilai-nilai positif yang patut untuk mereka terapkan dalam kehidupan pastilah lebih sulit. Sebagai gantinya, tanyakanlah pertanyaan-pertanyaan yang memicu diskusi tentang nilai-nilai. Misalnya ketika terjadi perkelahian, cobalah ajukan pertanyaan,”Menurutmu bagaimana perkelahian itu?” Pertanyaan seperti ini akan lebih efektif dibanding bila Anda berkomentar, “Dia seharusnya tidak boleh memulai pertengkaran itu!”

6. Sampaikan nilai-nilai positif dengan cara yang santai dan mudah dimengerti.
Berbicara tentang nilai-nilai yang seharusnya dipegang oleh anak Anda akan percuma jika Anda mengatakannya setelah anak Anda terperosok! Bicarakanlah dengan mereka saat santai. Lakukanlah dalam pembicaraan ringan sehari-hari. Suasana yang santai lebih memudahkan mereka untuk mendengarkan Anda dibanding bila Anda menghu-kum dan mengomel pada mereka.

7. Bacakan dongeng kepada anak balita Dongeng dan kisah lainnya seperti fabel dan hikayat selalu menarik bagi anak-anak.
Selain mengasah imajinasi mereka, dongeng dapat menjadi pengantar untuk membicarakan beragam topik nilai positif. Anak-anak belajar lebih cepat ketika mereka tertarik pada topik pembicaraan.

8. Libatkan anak-anak dalam berbagai aktivitas, termasuk seni dan membantu orang lain.
Kurangi menonton televisi dan bermain games. Anak-anak belajar tentang nilai-nilai positif ketika mereka mengalaminya. Bagi anak yang lebih besar, ajaklah mereka terlibat dalam berbagai aktivitas yang akan memperluas pengalaman dan daya kreativitasnya.

9. Sediakan waktu untuk berbincang-bincang seputar nilai-nilai yang Anda pegang dalam rumah tangga Anda.
Lakukan hal ini sering dan berkala sehingga anak-anak mengerti bahwa nilai-nilai positif yang Anda ajarkan kepada mereka adalah untuk diterapkan, bukan untuk dibicarakan saja.

10. Miliki harapan yang tinggi atas nilai-nilai yang hendak Anda terapkan bagi anak Anda.
Anak-anak akan menjadi seperti yang Anda inginkan. Nilai yang mereka anut akan tercermin dalam tingkah laku mereka. Semakin tinggi nilai-nilai positif yang orangtua ajarkan pada anak, tindakan mereka pun akan semakin baik.

Bangunlah komunikasi yang efektif dan penuh kasih.

Temukanlah caranya dalam buku berikut:
1. Menjadi Orangtua yang Bijaksana, H. Norman Wright, Penerbit Andi.
2. The Dad in the Mirror, Patrick Morley & David Delk, Penerbit Andi.
3. Orangtua Karier, Steve Chalke, Penerbit Andi.

Sumber : Bahana Magazine