Archive for the ‘Kesaksian Kristiani’ Category

KESAKSIAN JUJUK SRIMULAT

February 24, 2009

Panggilan Tuhan Membuatnya takut mati

Bagi penggemar panggung komedi di tahun 80-an, pasti mengenal sosok wanita yang satu ini. Dulu, bersama Gepeng, Asmuni, Timbul, dan Tarzan, ia sering tampil di berbagai acara panggung. Nama itu terus berkibar, setelah dirinya sering didaulat berperan sebagai seorang juragan atau boss dalam setiap lakon, baik itu di televisi maupun panggung-panggung terbuka, seperti di kota Surabaya, Solo, dan Jakarta.

Nama wanita itu adalah Jujuk. Lalu apa sebenarnya yang menarik dari komedian yang satu ini? Istri tercinta pencetus sekaligus pimpinan teras Srimulat Teguh tersebut, pada tahun 2003 lalu memproklamirkan diri sebagai pengikut Kristus. Banyak orang mengenalnya, tetapi sedikit yang tahu kalau dirinya sekarang jadi kristen. Kepada GAHARU wanita yang selalu tampil ayu bak putri Solo ini berkisah dan menuturkan bagaimana proses pengenalannya terhadap Kristus.

Eksistensi Srimulat dalam perjalanannya memang mengalami pasang surut, bahkan sempat vakum dalam kurun waktu yanhg cukup lama. Kehadirannya kembali berkibar sekitar tahun 90-an, ketika salah satu stasiun televisi swasta mengontrak grup ini dalam acara panggung srimulat di indosiar. Sepeninggal Teguh yang dipanggil Tuhan beberapa tahun silam, jujuk memutuskan menikah kembali dengan seorang perjaka. “Maaf namanya tak usah disebut ya,” pintanya sambil tersenyum. Dalam pernikahan yang diharapkan akan menuai kebahagian, seperti yang direguknya bersama Teguh dulu, ternyata jauh panggang dari api. Malah sering terjadi kesalahpahaman yang ujung-ujungnya terjadi pertengkaran. “Rumah tangga saya bagaikan neraka,” tandasnya.

Dengan berbagai persoalan yang begitu pelik itulah membuat fisik dan mental ibu empat orang anak ini lemah. “Saya tertekan, bahkan tak kuasa menahannya. Kejadian ini saya rasakan saat manggung bareng bersama pelantun tembang-tembang campur sari, Didik Kempot. Sampai dirumah tubuh saya limbung dan gelap sekali. Saya benar-benar rapuh. Dalam kegelapan itu saya mencoba memanjatkan doa permohonan sesuai dengan kepercayaan saya dulu. Tiba-tiba saya mendengar panggilan dalam bahasa jawa “Muliho-muliho” artinya pulanglah-pulanglah. Mendengar panggilan itu saya ketakutan luar biasa. Sebab yang saya pahami dari nenek moyang saya dulu, pulang itu bisa berarti dipanggil Tuhan alias meninggal. Inilah yang membuat saya takut luar biasa. Jujur saja saya belum siap kalau Tuhan panggil. Maka secara spontan saya mengajukan permohonan kepada Tuhan, jangan Kau panggil saya sekarang Tuhan, karena saya belum siap mati. Tetapi suara itu tetap terdengar bahkan sampai tiga kali. Nah pada panggilan ketiga, suara itu menambahkan supaya saya pulang dengan membawa semua barang-barang saya yang ketika itu dikuasai oleh suami kedua saya ini. Disinilah saya meyakini bahwa panggilan pulang itu supaya saya kerumah dulu dan membawa barang-barang saya, Saya meyakini bahwa itu adalah suara Tuhan,” jelasnya.

Minta didoakan

Dengan sisa tenaga yang masih ada, Jujuk segera pulang ke rumahnya. Seperti perintah yang diyakini sebagai suara Tuhan, ia mengambil dan membawa serta barang-barang berharga miliknya. “Sebenarnya barang-barang itu juga hasil jerih lelah saya selama ini. Saya semakin yakin itu suara Tuhan, seminggu setelah saya mendapatkan kabar ada masalah dengan orang yang bersengketa dengan saya. Dari situlah saya menyadari bahwa Tuhan itu memang baik. Karenanya saya minta keempat anak saya untuk mendoakan. Sebab mereka sudah terima Yesus terlebih dahulu. Awalnya mereka kaget. “Mama tahu kan apa doa saya?”tanya mereka. Lalu saya katakan saya tahu, tetapi tolong mama didoakan. Sewaktu didoakan itulah saya menangis sejadi-jadinya dan bicara tidak karuan. Sekarang saya baru tahu kalau yang saya alami itu adalah bahasa Roh. Saya mengerti apa yang saya katakan, tetapi anak-anak dan hamba Tuhan yang mendoakan waktu itu sama sekali tidak tahu apa maksud kata-kata saya itu. Sejak itulah, saya memutuskan untuk menerima Yesus, bahkan sekarang aktif di GBI Keluarga Allah Solo, dan pelayanan secara Oikumene,” kisahnya.

Ternyata hanya di dalam namaNyalah ada kelegaan. Melalui peristiwa inilah segala beban berat yang ada dalam dirinya terangkat. Dan yang lebih dasyat lagi, Tuhan meminta untuk mengampuni orang yang bermasalah dengannya. “Jujur itu sangat berat, sebab orang seperti itu tak layak mendapat pengampunan. Selama satu tahun saya bergumul untuk bisa mengampuninya. Dan luar biasa akhirnya saya bisa melakukannya,” ujarnya. Setelah menerima Yesus. Mujizat demi mujizat terjadi dalam hidup saya, “Rasanya saya sampai tidak bisa bercerita mukjizat yang saya alami satu persatu karena saking banyaknya, wis kalau mau tahu lebih banyak mujizat yang saya alami datang ke Solo saja nanti pasti saya akan bercerita banyak”, tukasnya dengan gaya Srimulatnya.

KESAKSIAN NYATA “Pengamen cilik dipakai TUhan”

July 25, 2008

Mau saya doakan….?

 

Di
bawah ini merupakan kesaksian dari pendeta yang kemarin berkotbah di tempat
saya. Nama pendetanya Bp Wisnu. Berikut penuturan beliau:

Beberapa waktu yang lalu saya ada pelayanan untuk Youth di daerah Tangerang.
Saya naik bis jurusan Tangerang pada siang harinya untuk menuju rumah kakak
saya terlebih dulu karena pelayanan tersebut akan berlangsung sore hari. Di
dalam bis yang penuh sesak tersebut, masuk pula seorang pengamen cilik usia
sekitar 7-8 tahun dengan berbekal kecrekan sederhana (mungkin dari tutup botol)
Berbekal alat musik sederhana tersebut, dia nyanyikan lagu “Yesus ajaib,
Tuhanku ajaib….” (~ a song by Ir. Niko, red.) Dan kata-kata
tersebut diulang terus menerus. Hampir seluruh penumpang bis memarahi anak
tersebut, “Diam kamu! Jangan nyanyi lagu itu lagi. Kalau kamu nggak diam,
nanti saya pukul kamu!”

Tapi ternyata anak tersebut tidak menanggapi kemarahan mereka dan dengan berani
terus menyanyikan lagu tersebut. Saya dalam hati berkata, “Tuhan, anak ini
luar biasa. Kalau saya, belum tentu saya bisa/berani melakukan hal
tersebut”. Karena bis akan melanjutkan perjalanan menuju tol berikutnya,
di pintu tol menuju Serpong (kalau tidak salah), hampir 3/4 penumpang turun
dari bis tersebut. Termasuk saya dan pengamen cilik tersebut. Anak kecil itu
didorong hingga akhirnya jatuh. Kemudian dia bangkit lagi. Tapi dia didorong
oleh massa hingga terjatuh lagi. Semua penumpang bis mengerumuni anak itu. Saya
masih ada di situ dengan tujuan jika kemudian anak tsb akan ditempeleng atau
dihajar, saya akan berusaha untuk menariknya lari menjauhi mereka.

Seluruh kerumunan itu baik pria maupun wanita menjadi marah, “Sudah
dibilang jangan nyanyi masih nyanyi terus! Kamu mau saya pukul?” dst, dst.
Anak kecil itu hanya terdiam. Setelah amarah mereka mulai mereda, anak kecil
itu baru berbicara, “Bapak-bapak, Ibu-Ibu jika mau pukul saya, pukul saja.
Kalau mau bunuh, bunuh saja. Tapi yang Bapak dan Ibu perlu tahu, walaupun saya
dipukul atau dibunuh saya tetap akan menyanyikan lagu tersebut.” Seluruh
kerumunan menjadi terdiam sepertinya mulut mereka terkunci. Kemudian dia
melanjutkan, “Sudahlah… . Bapak, Ibu tidak perlu marah-marah lagi. Sini..
saya doakan saja Bapak-Ibu.”

 

Dan apa
yang terjadi, seluruh kerumunan itu didoakan satu per satu oleh anak ini.
Banyak yang tiba-tiba menangis dan akhirnya mau menerima Tuhan. Saya yang
sedari tadi menyaksikan hal tersebut, kemudian pergi meninggalkan kerumunan
tsb. Saya melanjutkan naik mikrolet. Jalanan macet krn kejadian tersebut hingga
mikrolet melaju dengan sangat lambat.. Sopir mikroletnya bertanya, ” Ada
apa sih Pak? Koq banyak kerumunan?” Saya jawab “O…. Itu ada banyak
orang didoakan oleh anak kecil.”

Di saat mikrolet melaju dengan sangat pelan, tiba-tiba anak kecil pengamen itu
naik mikrolet yang sama dengan saya. Saya kemudian bertanya, “Dik, kamu
nggak takut dengan orang-orang itu?”

Jawabnya, “Buat apa saya takut? Roh yang ada dalam diri saya lebih besar
dari roh apapun di dunia ini”, tuturnya mengutip ayat F irman Tuhan.
Lanjutnya, “Bapak mau saya doakan?”

 

Saya
terperanjat, “Kamu mau doakan saya?”

Jawabnya, “Ya kalau Bapak mau.”

Saya menjawab, “Baiklah. Kamu boleh doakan saya.”

Doanya, “Tuhan berkati Bapak ini. Berkati dan urapi Bapak ini jika sore
nanti dia akan ada pelayanan Youth.”

Sampai di situ, saya tidak bisa menahan air mata yang deras mengalir. Saya
tidak peduli lagi dengan penumpang lain yang mungkin menonton kejadian
tersebut. Yang saya tahu bahwa Tuhan sendiri yang berbicara pada anak ini, dari
mana dia tahu saya akan ada pelayanan Youth sore ini.

Kesaksian ditutup sampai di situ dan dengan satu kesimpulan, jika kita mau,
Tuhan bisa pakai kita lebih lagi. Bukan kemampuan tapi kemauan yang Tuhan
kehendaki.

~
kesaksian oleh Pdt. Wisnu

sUMBER : MAILINGLIST TERANGDUNIA

Diculik Dan Dibunuh, Namun Hidup Kembali (Kesaksian)

June 17, 2008

Diculik Dan Dibunuh, Namun Hidup Kembali

“Sebelum kejadian itu saya alami, saya bermimpi diculik oleh dua orang ke hutan. Tapi saya tidak tahu di hutan mana. Di situ saya dipukuli dan dibunuh. Saya sempat menceritakan mimpi saya itu ke seorang teman, tapi teman saya berkata bahwa hal itu hanyalah mimpi, tidak mungkin jadi kenyataan,” demikian Janni memulai kesaksiannya.

Justru sekitar satu bulan kemudian, mimpi Janni menjadi kenyataan. Hari itu Janni sedang berjalan-jalan di daerah Kota ketika tiba-tiba ada seseorang menepuk pundaknya. Ada enam orang pelaku yang membawanya masuk ke dalam taksi dan membawanya ke sebuah hutan. Di hutan tersebut, Janni diperlakukan secara tidak manusiawi.

“Saya dipukul, ditendang dan diancam. Mereka berkata, kamu harus temukan cara untuk bisa menebus nyawa kamu, supaya kamu bisa pulang dengan selamat. Maka saya menelepon abang saya. Saya bilang, ‘Bang saya diculik. Saya posisinya di hutan, saya tidak tahu hutan mana, saya diculik’.”

Hari itu kakak Janni sedang dalam perjalanan menggunakan sepeda motor. Selain mendapat telepon dari Janni, si penculik juga menghubunginya serta meminta uang tebusan sebesar 20 juta. Setiap setengah jam si penculik menghubungi kakak Janni dan terus menyampaikan ancaman akan membunuh Janni jika uang yang diminta tidak segera ditransfer. Pada hari itu juga kakak Janni langsung melaporkan kejadian tersebut ke polisi. Dan sewaktu masih di kantor Polisi, penculik itu kembali menelepon.

“Sebelum jam sembilan uang itu harus sudah ditransfer, kalau tidak adik kamu saya habisi,” demikian kakak Janni bercerita. “Saya sudah transfer sebagian, tapi saya harus mencari pinjaman dulu kepada teman-teman dan kerabat supaya bisa cukup.”

Namun pada akhirnya negosiasi dengan para penculik itu menghadapi jalan buntu karena para penculik itu mengetahui bahwa kakak Janni telah melapor ke Polisi..

“Pada saat itu saya tambah merasa tertekan, ketakutan saya lebih tinggi lagi. Mereka bilang, ‘Adik kamu sekarang saya bunuh’. Saya bilang, ‘Kenapa adik saya harus dibunuh? Saya sudah transfer uang yang diminta’. Mereka menjawab karena saya lapor polisi.”

Akibat negosiasi yang gagal, maka saat itupun Janni dipersiapkan untuk dibunuh.

“Ini makanan terarkhir kamu, makan! Lihat matahari, ini terakhir kali kamu lihat matahari dan makan. Hari ini kamu mati.”

Mereka menyeret Janni dan memukulinya sampai ia sekarat. Dan akhirnya, salah satu dari penculik itu menjerat lehernya untuk menghabisi nyawanya. Setelah dibunuh, tubuh Janni dibuang ke semak-semak.

“Hampir jam sebelas, si penculik menelepon, ‘Adik kamu sudah saya bunuh’. Saya tidak bisa apa-apa, hanya diam. Saat itu saya pasrah. Sambil air mata saya mengalir, saya berdoa, Tuhan saya berserah penuh pada-Mu. Jika adik saya masih hidup, kembalikan utuh dari kepala sampai ujung kaki”

Namun sebuah peristiwa spiritual dialami oleh Janni.

“Saat itu saya merasakan sudah mati. Bahkan roh saya melihat sendiri jenasah saya diseret ke semak-semak. Tapi pada saat itu saya melihat sebuah cahaya yang terang sekali. Yesus menampakkan diri dengan cahaya yang terangnya luar biasa. Tiba-tiba ada angin yang begitu kencang dan roh saya kembali ke tubuh saya.” Setelah sadar, Janni pun berlari keluar hutan untuk mencari pertolongan.

Sekitar jam 1 siang, kakak Janni pamit pulang dari kantor polisi. Namun seorang polisi menahannya, “Jangan! Jangan pulang dulu.” Dan sekitar lima belas menit kemudian, seorang polisi memberitahukan bahwa adiknya sudah ditemukan dan sekarang berada di rumah sakit.

“Pada saat itu, saya langsung mengucap syukur kepada Tuhan. Tuhan terima kasih, Tuhan Yesus saya sangat berterima kasih. Pada saat bertemu dengan Janni, saya langsung memeluknya dan terus mengucap syukur kepada Tuhan.” Demikian ungkap kakak Janni.

Janni pun tak putus-putusnya mengucap syukur buat kebaikan Tuhan, “Kebaikan Tuhan yang saya alami tidak pernah saya bayangkan, saya bisa selamat dari maut. Saya bisa bertemu dengan abang saya, juga bisa bertemu dengan keluarga. Saya rasanya bangga bisa hidup kembali. Saya senantiasa mengucap syukur atas kebaikan Tuhan. Bahkan saya mengucap syukur atas segala hal yang Tuhan kerjakan. Tuhan itu luar biasa.” (Kisah ini sudah ditayangkan 19 Mei 2008 dalam acara Solusi di SCTV).

Sumber kesaksian :

Janni
Janni

Permaisuri Lucifer

May 15, 2008

Terbukanya Celah Kegelapan
Pada suatu hari, seorang paranormal, datang berkunjung ke rumah Pak Bambang Prasetyo, ayah Lala. Paranormal yang adalah tetangga Lala itu mengatakan bahwa ada sesuatu yang khusus pada Lala, kesaktian supranatural dari Kakek Lala akan turun kepada Lala, anak ke-2 dari 2 bersaudara itu. “Ketika Paranormal itu meminta Lala untuk berpuasa, saya pikir itu bukanlah sesuatu yang berbahaya buat anak saya,” ujar Pak Bambang, yang sebelum menikah dengan Ibu Annie memeluk agama Islam. Lala pun mulai berpuasa. Ia menerima anjuran itu. Sang paranormal berkata bahwa ilmu yang Lala miliki bisa digunakan untuk kebaikan dan menolong banyak orang. Salah satunya menyembuhkan orang sakit. Meskipun masih ragu, namun Lala menurutinya. Paranormal itu menasihatkan Lala untuk hidup jujur, jangan curang dan berbuat tidak benar, sehingga Lala semakin tertarik. Bahkan ia menyampaikan pesan Kakek Lala supaya Lala rajin belajar. Lala juga percaya bahwa itu benar.

Kejadian Supranatural
Satu hari setelah berpuasa dan mengikuti ritual yang disarankan, Lala bisa melihat dan berbicara dengan arwah yang sudah mati. Arwah-arwah itu berwujud manusia dan sering mendatangi Lala sambil menitipkan pesan untuk keluarga yang mereka tinggalkan. Salah satu arwah berpesan kepada anak-anaknya supaya mereka segera berkunjung ke kuburannya. Kemudian Lala menyampaikannya.

Suatu ketika, Lala menyadari bahwa ia memiliki kemampuan untuk memindahkan barang apa pun tanpa menyentuhnya. Cukup dengan berkonsentrasi maka barang tersebut akan bergerak ke mana pun Lala kehendaki. Bahkan orang sakit dapat Lala sembuhkan.
Memasuki tahun 2001, Lala bertemu dengan Sunan Gunung Jati dan Sunan Kali Jaga. Ia bisa pindah ke satu tempat ke tempat lain, muncul pada saat orang lain tidak melihatnya. Setiap kali mengisi bensin di sebuah pom bensin, kasirnya selalu berkata bahwa Lala sudah membayarnya. Padahal Lala tidak mengeluarkan uang sepeser pun. Kejadian-kejadian itu membuat Lala semakin disanjung oleh teman-temannya. Namun teman-teman Lala yang beragama Kristen tidak menunjukkan kekaguman kepada Lala, sehingga Lala merasakan suatu kejanggalan.

Tamu Misterius Datang Ke Dalam Kamar
Suatu hari, sepulangnya Lala dari kampus, ia melihat seorang laki-laki berwajah tampan sedang duduk di atas tempat tidurnya. Mukanya telihat halus dan licin. Lala hendak memarahinya karena ia lancang masuk ke dalam kamar, namun mulut Lala tidak dapat mengeluarkan suara. Laki-laki itu menatap Lala dengan tatapan tajam lalu berkata, “Kamu adalah pilihanku, dan kamu akan kujadikan permaisuri. Akan kuberikan semua fasilitas yang kamu butuhkan, rumah, uang, mobil dan harta yang melimpah, sehingga kamu tidak merepotkan orang tuamu lagi.” Lala sempat terbuai dengan tawaran itu. “Jika kamu menjadi permaisuriku maka kita berdua akan membuat Bandung berdarah,” ucap laki-laki itu lagi. Lala mulai ketakutan dan sadar bahwa laki-laki ini bukan manusia. Mulutnya yang sempat terkunci tiba-tiba bisa berbicara kembali. “Saya tidak mau,” jawab Lala. Wajah laki-laki misterius itu berubah menjadi tidak bersahabat, seperti penuh dengan amarah. Dalam sekejap mata tiba-tiba ia menghilang dari kamar Lala. Dan seiring kepergiannya, terasa guncangan hebat dalam kamar Lala sehingga membuat seisi kamarnya berantakan. Bahkan orang tua Lala yang sedang berada di lantai atas ikut merasakan guncangan tersebut. Perasaan Lala mulai tidak karuan. Ia mulai merasa khawatir dan bertanya dalam hati, apa yang sekiranya akan terjadi dalam hidupnya setelah kejadian ini.

Teror Akibat Dendam Amarah Lucifer
Lima hari berlalu dari kejadian itu, ternyata belum terjadi apa-apa dalam kehidupan Lala. Ia pergi ke kampus seperti biasanya. Ketika pulang kuliah, ia melihat keadaan di dalam mobilnya berantakan. Tiba-tiba saat ia hendak masuk ke dalam mobil, pintu mobil Lala tertutup sendiri dan terbanting keras sehingga menjepit tangan Lala. Lala menjerit kesakitan namun tidak ada satu orang pun yang mendengarnya. Setelah cukup lama menahan sakit, barulah pintu itu terbuka kembali dan Lala dilarikan oleh satpam kampusnya ke rumah sakit Bandung.
Keesokan harinya, di saat Lala sedang jalan-jalan dengan teman-temannya, sesuatu yang keras seperti memukul kepalanya. Teman-teman Lala tidak melihat apa-apa, bahkan menganggap Lala hanya bergurau. Sampai tiba-tiba wajah Lala lebam dan terluka dengan sendirinya. Hanya Lala sendiri yang merasakan pukulan-pukulan itu. Seperti ada roh halus yang sedang menghajarnya.
Di dalam kelas, ketika Lala sedang mengikuti pelajaran salah satu mata kuliahnya, tiba-tiba tubuh Lala terlihat seperti ada yang menarik, dan kursi yang Lala duduki melayang ke atas udara. Seisi kelas merinding ketakutan dan bingung dibuatnya. Teman-teman Lala mulai panik melihat kejadian itu. Dan untuk mengantisipasi kejadian serupa terulang kembali, mulai di hari selanjutnya mereka mengadakan doa bersama sebelum kuliah dimulai. “Kehidupan saya tidak tenang karena ‘mereka’ selalu mengganggu saya,” ujar Lala.

Gangguan belum berakhir. Sewaktu makan, Lala tidak bisa memasukkan makanan yang ada di sendok ke dalam mulutnya. Ketika ia mencoba dengan garpu, garpu itu melesak ke dalam mulutnya dan menusuk ke lidah. Teman-temannya berusaha membantu Lala menarik garpu itu, namun tidak berhasil. Darah mulai mengalir dari dalam mulut Lala. Akibat dari kejadian itu Lala tidak bisa makan selama satu minggu, badannya mulai terlihat kurus sehingga ia harus dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan khusus.

Sesampainya di rumah sakit, jarum infus yang hendak dimasukkan ke pembuluh darah Lala sulit untuk dimasukkan. Dokter yang bertugas semakin dibuat heran ketika muncul tanda seperti simbol ‘X’ berwarna merah di dahi Lala. Simbol itu seperti luka yang kering. Bahkan beberapa waktu kemudian muncul tulisan ‘SATAN’ di tubuh Lala. “Saya dipermalukan sekali oleh Lucifer,” ujar Lala.

Teror demi teror terus berdatangan. Semakin hari semakin aneh dan mengerikan. Tiba pada puncaknya ketika Lala sedang masuk ke dalam kamar mandi, ia menghilang seketika. Teman-temannya sempat terbelalak ketika mereka melihat kamar mandi dalam keadaan kosong. Karena sebelumnya mereka sempat melihat dengan jelas Lala masuk ke dalam situ. Akhirnya disebarkan berita kalau Lala hilang. Seorang petugas polisi menemukan Lala sedang berdiri di pinggir jalan. Kejadian itu terulang kembali pada hari berikutnya. Lala menghilang dan ia tiba-tiba sudah berada di pegunungan Ciwidey.

Suatu hari Lala melihat sosok iblis keluar masuk dalam tubuhnya. Perlahan penglihatannya mulai memudar dan semua yang dilihat Lala seperti buram. Pada akhirnya Lala tidak dapat melihat sama sekali. Semua serba gelap. Beberapa menit kemudian sebuah tangan yang besar terasa seperti mencekik leher Lala. Dan Lala menjadi bisu seketika itu juga. Di saat yang bersamaan, kaki Lala juga lumpuh. Kejadian itu terjadi pada bulan April 2002. Tidak sampai di situ saja. Iblis juga menyumbat pikiran Lala sehingga Lala menjadi amnesia dan tidak mengenali satu orang pun yang ada di dekatnya. Stres yang hebat mulai Lala alami. Ia merasa tidak memiliki pengharapan. Nilai-nilainya hancur dan teman-temannya satu per satu mulai pergi menjauhi dirinya.

Pencobaan Bunuh Diri
Lima hari sudah Lala lewati dalam keadaan buta, bisu, lumpuh dan tidak mengenali suara-suara yang ia dengar. Pilihan yang terlintas dalam pikiran Lala hanya ada 2; menyerahkan diri kepada iblis atau bunuh diri. Karena sudah tidak kuat menahan penderitaan tersebut, Lala memutuskan untuk bunuh diri. Ia mencoba meraba-raba seisi kamarnya untuk mencari barang yang tajam supaya dapat menikam lehernya sendiri dan menghabisi nyawanya. Tetapi niat itu batal ketika seseorang masuk ke dalam kamarnya dan menggenggam tangan Lala. Orang itu menuliskan sesuatu di atas tangan Lala, “Ini mama.” Dan lagi ia menuliskan sebuah kalimat, “Segala sesuatu indah pada waktu-Nya. Yesus sayang sama Lala.” Hingga akhirnya Lala menemukan pilihan yang ke-3, yaitu menerima Yesus.

Mujizat Kesembuhan Terjadi Saat Pelepasan
Sementara itu, selain kedua orang tua Lala, ada banyak orang berdoa untuk Lala. Karyawan Maranatha di bagian pembukuan juga ikut berpuasa untuk Lala, bahkan mereka berdoa selama berjam-jam. Mereka berdoa agar Tuhan segera menolong dan mengasihani Lala. “Saya melihat suatu keindahan yang Tuhan perlihatkan. Rumah kami menjadi rumah doa,” ucap Pak Bambang dengan wajah berseri-seri ketika memberikan kesaksian. Kebahagiaan terpancar dari mimik wajahnya yang tenang ketika ia mengingat kembali kejadian itu. Akhirnya mujizat kesembuhan terjadi. Doa orang benar besar kuasanya. Lala bisa mendengar dan berbicara lagi, meskipun ia belum bisa melihat.

Lala mulai ikut bernyanyi memuji dan menyembah Tuhan bersama teman-temannya. Dan secara ajaib perlahan-lahan warna hitam yang menutupi penglihatannya mulai berubah menjadi warna-warni. Lala bisa melihat kembali. “Saya mulai mengamati bahwa pujian dan penyembahan ada kuasa. Tuhan bertahta di atas puji-pujian,” ujar Lala.

Kejadian Aneh Muncul Kembali
Beberapa hari kemudian, ketika sedang berada di dalam mobil bersama kedua orang tua dan pamannya, Lala tiba-tiba menghilang. Kejadian itu membuat mereka menjadi ngeri dan panik, karena Lala tidak lagi berada bersama mereka. Sedangkan Lala sendiri tiba-tiba sudah berada di dalam sebuah rumah besar yang aneh. Beberapa anak muda menyapa kehadiran Lala. Lala tidak dapat menggerakkan anggota tubuhnya. Kuasa iblis seperti sedang menguasainya. Lalu datang seseorang memasuki ruangan, seorang laki-laki yang dahulu pernah berada di dalam kamar Lala. “Mungkin kamu lupa sama saya, tapi hari ini kamu akan saya jadikan permaisuriku,” ucap laki-laki itu. Dalam keadaan tidak berdaya, iblis membawa Lala ke pelaminannya. Anak-anak muda yang berada di dalam ruangan tersebut membaca sebuah mantera sambil mengiringi perjalanan Lala.

Lala dibawa oleh laki-laki itu dan diposisikan di sebelah dia sambil dirangkulnya. Semua orang yang ada di depan Lala memakai baju hitam, dan mereka terlihat sedang memakan daging mentah. Darah segar muncrat dari mulut mereka – mengotori lantai ruangan. Mulut mereka berlumuran darah. Lalu setelah itu anak-anak muda yang berada di dalam ruangan saling berhubungan seks.

Laki-laki misterius yang membawa Lala mulai berusaha menjamah tubuh Lala. Kemudian Lala melihat wajahnya berubah menjadi panjang. Tiba-tiba terbesit dalam pikiran Lala sebuah ajakan untuk menyebut nama Yesus. Lala pun berusaha berkata dalam hati, “Yesus tolong saya, walau saya lupa tentang Kau tapi saya tahu Kau mau menolong saya, Yesus tolong saya.”
Akhirnya ketika mata Lala berkedip, ia sudah berada di tempat lain lagi. Terlihat banyak angkot-angkot lewat. Lala sedang berada di pinggir jalan. Ia tidak tahu mau pulang ke mana. Walaupun dalam keadaan bingung, namun Lala bersukacita. Ia meneriakkan nama Yesus sehingga orang-orang memperhatikannya.

Lala masih tidak tahu harus pulang ke mana. Ia kembali berseru kepada Yesus. Untuk pertama kali dalam hidupnya, Lala mendengar suara Tuhan yang lembut, “Anak-Ku, orang tuamu sekarang ada di Gereja Sidang Jemaat Allah, di Jalan Sudirman. Ketahuilah Aku senantiasa menyertai kamu.”

Tuhan Yesus Mendatangi Lala
Setibanya di gereja itu, Lala bertemu kembali dengan pamannya. Mereka naik ke atas gedung gereja dan melihat kedua orang tua Lala sedang berdoa. Ibu Annie Prasetyo, ibu Lala, segera memeluk Lala sambil mengucapkan syukur dan terima kasih kepada Yesus.
Lalu mereka semua turun ke bawah. Saat itu Lala merasa sudah sangat putus asa, dan berkata kepada ibunya bahwa ia mau mati saja. Ibu Annie mencoba menenangkan Lala. Dalam keadaan letih yang luar biasa tiba-tiba Lala melihat Yesus hadir di hadapannya. Mata Lala menatap lurus ke suatu titik. Orang-orang di sekeliling Lala mulai menengking-nengking, karena mereka berpikir Lala kembali didatangi oleh roh jahat. Namun Lala tetap tenang. Yesus mendekati Lala dan berkata, “Anak-Ku, Aku mengasihi engkau.” Dia lalu membuka tangan-Nya dan mengajak Lala untuk berdoa, “Bapa Kami yang di sorga…” Lala mengikutinya dan semua orang menangis.
Tak lama kemudian perut Lala dipelintir oleh iblis dan dipukul. Lala menjerit kesakitan. Tangan kiri Lala tetap dipegang oleh Tuhan. Suasana menjadi gaduh, namun Lala sempat mendengar suara Yesus, “Percayakah Kau kepadaku?” Lala menjawab, “Saya mau percaya asalkan saya sembuh dulu!” Hingga akhirnya Lala tidak sadarkan diri. Lau ia dibawa ke ruang doa. Peristiwa yang menggemparkan terjadi. Dalam keadaan tidak sadarkan diri, keluar suara lemah dari mulut Lala, “Ya Yesus, Engkau Anak Allah Yang Maha Tinggi. Engkau adalah Mesias yang sudah mengalahkan saya 2000 tahun yang lalu. Ampuni kami Tuhan.” Setelah terbatuk keras, Lala mulai sadar. Tuhan Yesus kembali bertanya kepada Lala pertanyaan yang sama, dan Lala segera menjawabnya, “Saya percaya Tuhan!” Tangan Tuhan menjamah wajah Lala dan seketika itu ingatan Lala mulai pulih. Ia dapat mengenali semua orang yang ada di ruangan tersebut. “Maukah Engkau memikul salib bersama-Ku?” tanya Yesus lagi. “Ya, saya mau!” jawab Lala dengan tegas. “Sampai maranatha,” ucap Yesus sebelum Ia pergi berlalu.
Kehidupan Lala dipulihkan dan diubah menjadi baru. Pak Bambang dan Ibu Annie kini mulai terlibat aktif dalam pelayanan. Mereka percaya, bahwa segala sesuatu terjadi untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Tuhan. (Kisah ini telah ditayangkan 23 Juli 2007 dalam acara Solusi di SCTV).

Sumber Kesaksian :
Melanie Prasetyo
http://www.jawaban.com

Peristiwa Ajaib seputar kerusuhan Ambon

May 15, 2008

DO YOU KNOW AMBON?

Do you know Ambon? Have you heard about a province in Indonesia where it is said a war had been erupted between Christians and Moslems? Have you read the Indonesian newspaper recently, or some articles in your local newspaper which quoted Indonesian newspaper? Here are some examples of what you will read in Indonesian newspapers or the articles quoted from them:
. . . both sides launched attack, using guns, hand grenades, swords, etc. Casualties fell on both sides before the armed forces could separate them . . .
. . . the Christians retaliated evenly, resulting burnt mosques on the village while the casualties are yet to be counted. A source says that more than 50 Moslems are killed in one day . . .
. . . they are praying inside the mosque, when suddenly bullets sprayed from outside . . . those who are able to flee from the mosque were chased and executed cold-bloodedly . . .
Not only what was written in the newspapers, a lot of photographs and “eye-witnesses” are also available for whoever care enough to really enquire.
*****
Hearing and reading those kinds of news undoubtedly will makes us think that there is really a vicious war in Ambon, both Moslems and Christians burnt with hatred seek to see the annihilation of their opponents. It is difficult to say who started it, but it would be easy to understand the Moslems; to fight back against any oppresion from the infidels had been their sacred “God-given” task. But what about the Christians? Doesn’t they ever read Luke 6:28-29: “Bless them that curse you, and pray for them which despitefully use you. And unto him that smiteth thee on the one cheek offer also the other; and him that taketh away thy cloke forbid not to take thy coal also.”?
If you ever have these questions in your heart, here below is a testimony given by someone who came from within the heat of the “battle.” As any other testimonies, this one also governed by the Holy Spirit, so each and every account is true. May it be a blessing for you.
*****
1. My name is Monica, S.Th., I am the head reverend of a church in Ambon. Let me start by stating that what is now happening in Ambon, came as no surprise for us. It had been prophesied beforehand, and it is a part of God’s plan to establish His Kingdom in Indonesia. So despite all the persecutions and horrors, repentence and baptism happened, and miracles are shown for everybody.

2. Long before the first general assault was made on January 19, 1999, three reverends came to Ambon and prophesied about it. Morris Cerullo and Lies Saodah also gave the same prophecies. Mr. Cerullo said that when his plane was above Ambon, he felt very-very hot and got a vision that the city of Ambon is in fire. So he admonished us during the Revival Meeting in Mardika, “Be prepared for God’s visitation, for His visit will be a great one.”

3. A 14 years old girl, Enona Laetemia, was given a special message from God. One day while she was sleeping, her parents saw a brilliant light shone upon her bed from above. They couldn’t fathom what happened, so they called a priest who prayed together with the parents. The child woke up, and said that she was told that God will give her a special message the next day at exactly the same hours (around 11:00 am).
The next day at the appointed time, they saw the same light shone from above upon the sleeping child, and her body was lifted up from the mattress, hanging in the air. Afterwards she woke up, and here’s what she got to tell: “I was brought up by Jesus Christ, and He gave her four visions.

4. The first one, Jesus brought her to a round table. The surface of the table was full of dust, and He told her to wipe it. She did it, but although the dust was swept away by her hand, the surface of the table remained full of dust. He told her that just as it is with the sin of human, you can’t clean it because every second new sins are committed.

5. On the second one, Jesus brought her infront of an iron cage, with an old man pushing something like a wheel. Jesus told her, “The old man you see inside is Muhammad (the Moslems’ prophet), and he is now being punished.”

6. On the third one, Jesus shown her each church in Maluku province that will be burnt, complete with the date and the hour when it will happen. All places in Maluku will be afire except two: the area of Halong and the area of Lateri. “Those two areas will be your safe heaven,” said Jesus.

7. On the fourth one, Enona saw Jesus holding the globe in His hands. But the globe moved to his palms, and then to the edge of His fingers. “Behold, soon I will release My hands from the world.”

8. When she woke up, Enona Laetemia told what she saw. Not only to the churches she testified, but also to some mosques. Some of the mosque condemned her, but several believed her message, repented and baptised. But strong opposition came from the Christians. At that time Maluku was very peaceful, and relation between Moslems and Christians were very warm indeed.

9. When the first assault happened, not one Christian in Maluku was prepared for the attack. No one even guess that it will happen, let alone prepare any weapon of any kind to fight back. The assault was made all over Ambon, and without God’s intereference, no churches in Ambon will be left standing, and no Christians in Ambon will be left alive. Why? Because the attack was made using automatic weapons and explosives. Would it be possible for anyone to fight back using bare hands without getting killed first?

10. The attack was so well organized, and the surprise could not be more complete. No Christians have had a chance to think what is happening, let alone to find a weapon to retaliate. What we can do was only to run into the jungle and hide, or, got killed on the spot. The prophecies came true in a wink of an eye. That day, Ambon became a sea of fire.

11. But God was and is there in the midst of us. There is one crippled woman, who can’t move without her wheelchair. After she heard about the prophecies, many people admonished her to leave right away. She refused, even though if her house burn, there will be no way for her to flee. And then the fire came. By the time the houses around hers lit up, and the fire spread nearing her house, she stay put and pray, “Lord Jesus, You are the One who holds the key of the four winds. Now with Your authority and Your power, I lock up the north-wind, I lock up the south-wind, I lock up the east-wind, and I lock up the west-wind. Praised be Your Mighty Name. Amen.” The wind stopped and the fire all died down right before reaching her house.

12. If this lady’s house can’t burn, all except two churches were all burnt to ashes. But let me tell you one thing, brother and sisters . . . in all churches that were brought down by fire, not one pulpit and not one Bible that was used in those churches, could be touched or damaged by fire. The building went down, but the Words of the Lord stood up.

13. In some of the churches that were burnt or some houses that were destroyed during the night, when the Christians flee to the jungle, it was pitch dark and you can’t even see your own hands. However, God uses insects. When the people formed a line, at the front and at the end of the line, these fireflies built pillars of “fire” which will show the way and protect these flocks to the place appointed. The wonderful thing is, in the middle of the jungle, the fireflies provided enough light for them to read the Bible. They may have lost their home and possessions, but the Words of the Lod stays with them.

14. There have been polemics about the armed forces. Some accused that they’re helping the Moslems attacking the Christians when they’re stationed in the Moslems’s area, and vice versa. What has really happened was not so simple. Many of the armed forces who are Christians, came to their commanders, took off their uniforms, surrender their weapons, and said that they were told by the Lord to help their fellow Christians. Some groups protect the Christians with the life, and yet, some other groups or companies, shot at a church during a funeral service.

15. Do you know what kind of forces are the “Jihad” forces? Many a time these forces will consist of several lines. The frontmost line will be children, just as fanatics as the adults shouting “Allahu Akbar.” Behind them in the second line, it would be females. Now, if you are a member of the armed forces assigned to protect the Christians, you will have to shoot these children and women if you want to stop their advancing movement. If you don’t shoot, your own life will be endangered. Why? Because right behind these children and women, the third line would be the shooters bearing weapons. The fourth line will be the looters, who will do their job once the shooters have taken the life of every men, women and children, including the armed forces. The next line, the fifth, would be trucks and other vehicles, to transport anything they looted. The last line will also be vehicles, which would be their dressing station for the wounded. Looking into this, could we say that the attacks were just out of spontaneity? No way! Each have been well planned and with a specific target.

16. Let me tell you about one group of soldiers trying to protect a community of Christians, and facing another kind of “Jihad” force. They stood their ground facing the force, who are dancing the traditional dance of Maluku, advancing to their line, and shouting “Allahu Akbar.” So the soldiers shot the three warning shots, unheeded, then shot at them. To their horror, they saw their bullets fell to the ground and the “Jihad” kept coming. One of our youth ran to them and said, “If you believe in Jesus, He will help you. Would you like me to call my priest?” The commander said yes, so the priest was summoned. He brought a basin of oil, consecrated the oil, and came to the Marine troop saying, “This is the annointment oil of God. He will help you, but only if you believe in Jesus. Do you believe in Jesus? Do you believe in Jesus? . . .” he asked the soldiers one by one, annointing their weapons when they said yes. Then they fire again to the advancing Jihad forces, and their front line collapsed. Their protecting walls could not stand against the power of God.

17. That’s why, brothers and sisters, repentance and baptism keep happening in uncountable quantity. Many of the soldiers and the member of the Jihad forces, after they witnessed the miracles performed by the Lord, give their lives to Jesus and stopped whatever evil things they are doing. And God indeed works wonderfully in many ways as you will see.

18. Even on the event that their attack were successful, God is still performing His miracles. Ambon’s terrain are not like what you commonly have in Java. We have hills and valleys, while many of our congregation works as fishermen. So we have bells in our churches. The first bell will usually ring at 5 am. It will reminds our people that they need time to wrap up their works and prepare for the service. The bell will ring again at 6:30, reminding them that they will have to start leaving. The third one will ring exactly at 7 am, indicating the start of the service. One of the document shown to us by one of the converted “people” shows that the target of their “project” is to have all the bells in Maluku silenced by the beginning of the year 2000.
The church at Tulegu also had this bell. After the church burnt down, the attackers took away the bell and put it as a trophy at their camp. But to their horror, although no one touch the bell, it still sounding at the usual hours – only with different meaning, because each time the bell sounding, there will be death among them. So they named it “the bell of death,” and thrown it into the sea. End of story? No! Even under the deep water, the bell still sounding! The deaths still happening! They can still hear the bell sounding clearly, as if the bell is not under the water.

19. Another assault was made to the GPM (Gereja Protestan Maluku/the Maluku Protestant Church) of Sulii. At the time of the assault, the congregation were inside the church having their service. They knew that the attack will be made, but they sing and pray even louder, trusting their lives in the hands of the Lord. You know what? To the astonishment of the attackers and the congregation, no sound was made by their guns and explosives! Soon the attackers dispersed and flee.

20. Later on, several of these attackers repented and accepted Christ. Then they told us what happened that day. When they shoot and throw the explosives, they saw a “Bapa Bule” (Ambonese term for a white man), a “Kapitan Orang Kristen” (Commander of Christians) appearing out of nowhere, standing between them and the church, and each and every bullets and explosives they shot and thrown to the church, were catched by this “Bapa Bule,” and he put all the bullets and explosives into his chest! No wonder they lost their nerves and ran!

21. From the revealed plan we also knew that one of their main targets are the seminaries. They intend to cut the roots from where the trees grown. So, there is one seminary in Kate-kate. One day the students and the faculties are shocked to find the Jihad force is already standing right infront of their gate, ready to attack. Their first reaction was to run away and hide. But the head of the seminary suddenly heard a clear voice instructing him to bring out all the students to stand behind the gate, face to face with their attackers, to hold up the Bible in their hands, and sing the song “Yesus yang termanis buat jiwaku” (Jesus is the sweetest thing for my soul).
To their joy and wonderment, the attackers in front of them got confused. They walked all around them shouting in anger to each other, not seeing the seminary building or the inhabitants! The seminary and the Christians vanished just like that from their sight! Soon they got tired and left.

22. Indeed God is present among His people and when He is present, unbelievable things happened as would be witnessed by a taxi driver, who is a member of my church.
Taxis in Ambon now operates only from the morning until 3 pm. One day, a taxi driver was approached by a “Bapa Bule” (white man). The man asked the driver to take him to Hila, a destroyed church in the hill. The are where this Hila church is located, had been controlled and inhabited by the Moslems. So quite obviously the driver refused. But this man smile and said gently, “Don’t worry. No one can harm you when you are with me.” Strangely, the driver suddenly felt a wonderful peace in his heart. So despite the logic, and despite the protest of all his fellow taxi drivers, he took the key from his friend’s hand, and drove the man to Hila. On the way, when they were passing the Christians area, everything was normal and he saw people doing their normal activities. But to his asthonishment, in the Moslems areas, he saw not even one person! Instead he saw so many flies everywhere. The flies were in an uncountable quantities, and never in his life he saw so many flies and words failed him. After they arrived at the church, the man stepped down from the taxi and asked him to wait while he walk inside the remnants of the Hila church and prayed there. While waiting, he looked around and he also saw flies everywhere. The man prayed for ten minutes, then asked to be taken back. They arrived back safely, to the astonishment of his friends. When the man extended his arms to pay the taxi driver, he saw that there is a nail-hole in the palm of his hand!

23. Jesus works many miracles in Ambon, not only among His people, but also among the persecutors. If any of you are wondering about the truth that everything were planned and organised, let me tell you that in the city of Ambon there are many snipers. They shoots at Christians and Christian’s ministers for a price. For each accounted shot of a Christian, the snipers will get a reward of 10 million Rupiah. For each accounted shot of a Christian, the reward will be 25 million Rupiah. This transactions will be held at the port. I saw this myself and also how sacks of money were brought down from the ships and distributed. The assaults were not out of spontaneity and not a retaliation for an injustice, but a well made plan.

24. The Moslems usually prepare their attacks in a meeting in their mosque. One night, such a meeting was held in a mosque. Suddenly, one of them saw words written on the wall of their mosque. He told the others and the leader, a Haj, instructed them to wipe it out. They tried, but the words could not be wiped out. So the Haj instructed them to sculped-out the wall. But to their horror, the more the sculped the wall, the brighter the words shined! It just can’t be wiped out or erased. Right away the Haj crossed the line to the Christians area and asked to be baptised! Later on he told his “fellow” Christians that the words written were: “Call unto Me, and I will answer thee, and shew thee great and mighty things, which thou knowest not. For thus said the LORD, the God of Israel, concerning the houses of this city, and concerning the houses of the kings of Judah, which are thrown down by the mounts, and by the sword.” (Jeremiah 33:3-4).

25. In my own church, one of two church still standing, the youth usually gathers and prays in the evening. On one such occasion, the night before the 2nd series of assaults, during the prayer meeting one of the youth gone out and see brilliant light from the sky shinning on the church. He called the others and then he came to my my house and woke me up. When I arrived at the church, from so many people standing there looking at the church and the light, not one sound was heard. What we saw was indeed something that will make us speechless. I saw the skies opened up, and beautiful light coming from the sky onto the church, so the church was was brightly lighted. One of us suddenly shouted, asking to turn off all the lights. He wondered if it was a trick of electricity. But after all the lights were turned off, the light from the sky stayed and suddenly on all the glasses on the church, appeared Jesus face. It was so clear and wonderful. Then it changed into the figure of Jesus holding a trumpet. Now we know that the trumpet indicates battle. The light was first seen at 11 pm, and it stayed shinning until 5 am. At five pm the same day, the second series of assault was launched.

26. A little backwards, after the first series of assaults, people mounted barricades and nightwatch on their neighbourhoods. Nobody can get to their house without passing the watching post. In one area, there was a widely known fanatical family. One night the head of the family, a Haj by the name of Muhammad Pelu, participated in a nightwatch and suddenly he saw that the door of his house is widely open and all lights were turned on like what was usually done when they have a guest. He got confused because any guest would have to pass their post and barricades, but there had been no one passing. So he ran back to his house and upon entering his house, he saw a “Bapa Bule” sitting on the sofa, faced by all his family. Too stunned to ask anything he just stood transfixed while the man turned around. He saw that the around man’s head there are dots of healed wound. Then he heard the man said, “This city will be like Sodom and Gommorah. Safe your family, take them to one of the two places that will be preserved, Pelum or Lateri.” He then offered his hand for a shake, and this Haj left.
Later on he took all his families to Lateri and he saw a picture of Jesus and he exclaimed, “There he is! That is the Bapa Bule who had come to my house that evening! Who is he?” All of them were baptised.
It is indeed the intention of God to revive all the families of mankind, so that God will reign in every household. God’s plan never fail. If before the riot young people gathered in the evening, singing wordly songs and got drunk, now we can hear gospel songs everyday. It’s the true happiness, and sorrow can’t overcome it.

27. (There was a question from someone in the audience, “Here in Java, we heard that there is a war there in Maluku. From your testimony, I heard nothing of the sort. Could it be true that there has been no retaliation at all from Christians? If there has been no retaliation, then how come there were also casualties among the Moslems?)

28. Your heard correctly. There were no organized counter-attack from Christians. We were taken by surprise and were busy trying to safe our own lives. Later on, the churches in Maluku receives a warning from the Lord: Do not fight back, Do not take any thing that doesn’t belong to you (looting), and Do not say anything that God do not like. At least among my congregation, I know that none of them trespass this instruction. However, I also heard that some people who watch how all their families was brutally murdered, did fight back, but they were killed in the action. The instruction should not be trespassed, because God says “Vengeance is mine and mine only.”
I also heard that there were five youths. Four of them take heed of the instruction and took nothing, but the fifth did take something from the scattered things. Do you think that it’s just a coincidence that later on the fifth youth was killed by a bullet and the four others were unharmed? Let me tell you, each of the bullets flying in Ambon has a name written on it. If you do not listen to what God had said, your life will be forfeited. Just listen to what God says, not to the news you have in the newspapers or radio or television.
Maybe you’ve heard the news that said Christians force had captured a pregnant woman, ripped open her belly, took out the child and killed them both. That is a big lie. It was truly happened, but the it was the other way around. The woman was a Christian!

29. (Another question from the audience: But what had been done to counter those news?)
We ourselves are wondering about that, but maybe that is exactly why I had been unable to get back to Ambon. I have tried so many times, but even when I have a ticket in my hand, I still can’t go back. May be this is God’s intention for me to give testimonies in many places.

30. As I already said, God is in the midst of us, and He will equipped each of us with His power to face whatever He sees fit to happen to us. Our breath is but just a gift from the Lord. If you come to Ambon, you will see so many crippled young people. You know why? Because so many of the youths are captured and being tortured to deny their faith. If they refuse, they will be left alive, but only after they took out his eyeballs or cut off his arms or legs. But the wonderful thing is, they later on testified, that when their eyeballs are taken out or their arms and legs, they felt no pain! No pain at all! If God allows such a thing to be happened to us, and we remain true to our faith, He will turn the tragedy into a remarkable testimony.

31. Let me tell you another thing. Our youths and teens are so brave. When the attack came, they told us to ran and save ourselves. They said, “Let us take the stand and face them. You have families and you are responsible to take care of them.” They made body lines to hinder the assault. Don’t forget that the assaults were using automatic weapons. But so many times these youths and teens, sometimes no older than 15 years old, came back home alive! But you know what? Even though there was not one scratch on their skin, the clothes they are using are shattered beyond believe with bullet holes!

32. About the casualties among the Moslems or the soldiers, there are so many times happened during an assault, when the Christians did not fight back and flee, or stayed and prayed, suddenly, without any understandable reason, the attackers are fighting among themselves! They killed each other while the Christians stared at the bloodbath with disbelief. That’s why even though the Christians are in possession of no weapon of any kind, there are so many deaths among the attackers with bullet wound. Churches in Maluku are under pressure to “admit” that the Christians also lauching attacks, while no such things ever happened.

33. But the most important thing, let me get back to Mr. Cerullo. When he visited Indonesia and spoke in the revival meeting in Jakarta, I was told that the President, Gus Dur, attend the opening ceremony. During the ceremony, Mr. Cerullo asked Gus Dur, “Mr. President, do you believe that you are appointed by God?” Gus Dur replied affirmatively. Mr. Cerullo told him that he will only stay in power for two “periods.” After these two “periods,” he will be replaced by a hard-hearted President, and the persecutions of Christians will not happen only in Ambon, but all over Indonesia. Please be aware that this “two periods” might not be two periods of Presidency (which is 2 x 5 years), but rather a more uncertain terminology which could mean 2 x 5 years, 2 x 1 year, or any other meaning. Are you ready for that?

***********************************************************************

From the writer:
This testimony was given and written down during a prayer meeting in a city in Central Java Province, on June 30, 2000. Mrs. Monica had attended by chance, because another event was canceled for the day.
I myself have had something to do during the day, and upon returning home to take a bath, suddenly felt a very bad headache and my whole body was shaking with fever.
If I had surrendered to my condition, I would not have attend the cell group meeting. But without knowing why, I felt that I have to go. I did not even know that Mrs. Monica will testify in the meeting, being told by the meeting leader, that there would only be discussion that evening.
But it turned out that I am the only one in the group that has access to the internet, and right after I got out of the room where the meeting was held, my headache and my fever was completely gone. The meeting ended at about 10:15 pm, and when I wrote this line the computer clock shows 5:02 am. I wouldn’t have been able to do it if I have had a real physical illness.
By the time you read this written testimony, which also had been reviewed and edited by Mrs. Monica, I hope you realize that this testimony had got to you as no coincidence. So do what you can to spread it out, and let others know what a wonderful work God has done in Ambon, and what will happen in all over Indonesia in the near future.
I don’t know what will happen once this testimony spread in the cyber world, but let me tell you one thing: if because of this it is my turn to be apprehended and tortured, then it will be just a confirmation of what will happen to any of us in a very near future.
Let me close this with by asking you to read Luke 21:8-19, 24-36, and also asking you to pray for us, Indonesian Christians, so that we will not raise our hands to our oppresor, but be able to love them and give them “the other cheek.” Praise the Lord!

From your brother in Christ,
Andreas Himawan

Sumber

Kunci Sukses Gereja di China

May 14, 2008

Kunci Sukses Gereja di China
Oleh: Grace Suryani

Suatu hari, saya pulang dari gereja. Di jalan saya ngobrol dengan teman-teman saya. Topik kita, apa bedanya gereja di China dengan gereja di Indo?!

Di China saya beribadah di 1 gereja kecil tapi punya iman sangat besar. Punya iman yang bisa mengoncang surga. Tempat ibadah kita itu sempit sekali. kita harus duduk berdesak-desakan. Malahan sering banget saya kebagian tempat duduk persis di sebelah WC. Gereja saya ngga punya band. Kita cuman kebaktian pake piano. Yang maen piano juga biasa aja. Pemimpin pujiannya juga orang-orang biasa. Ada kasir rumah sakit, ada guru. Ngga ada yang punya kemampuan MC yang wah … yang bisa menarik jemaat. Lagu-lagunya juga lagu-lagu biasa. Yang khotbah juga orang-orang biasa. Ngga ada yang lulusan STT. Mereka semua orang-orang ‘awam’. Ada yang dokter, dosen. Pokoknya semua orang biasa.

Tapi guys, suasananya luar biasa. Saya belum pernah di Indo dateng ke 1 kebaktian yang suasananya bisa menandingi atmosfir penyembahan di gereja itu. Begitu jemaat berdiri dan kita nyanyi 1 lagu, suci-suci-suci, hadirat Tuhan langsung turun. Begitu pemimpin pujiannya membacakan 1 bagian dari mazmur,hati saya bisa langsung nyesss … seolah-olah Tuhan sendiri yang berbicara. Kalau pas pengkhotbahnya yang notabene orang-orang awam khotbah, semua jemaat diam. Saya sendiri bisa terheran-heran, apa yang mereka bicarakan, banyak yang saya sudah tau, tapi kalau mereka bicara itu beda. Mereka punya kuasa. Mereka tidak khotbah dengan bahasa yang tinggi-tinggi, mereka ngga pernah kutip kata-kata orang-orang terkenal, mereka khotbah dengan bahasa yang sangat sederhana sehingga saya yang mandarinnya pas-pasan aja bisa ngerti dengan jelas.

Apa sih yang mereka khotbahkan?!

Berkat?! Kesembuhan?! Bisnis lancar?! NGGA.

Dari minggu ke minggu yang mereka khotbahkan intinya selalu sama. PENGABARAN INJIL. Topiknya bisa beda-beda, tapi intinya selalu sama. PI. Mereka juga bicara soal kasih Tuhan , soal pengampunan, soal tanggung jawab, tapi mereka selalu membawa kepada PI. Berapa banyak orang yang sudah kamu bawa kepada Tuhan ?! Apa semua keluargamu sudah percaya?!?!

Dan kalau denger kesaksian mereka, saya dan temen-temen saya selalu terharu. Kesaksian mereka ‘beda’ dengan yang kita sebut dengan kesaksian di Indo. biasanya di Indo orang bersaksi, dulu saya sakit. Puji Tuhan sekarang sembuh. Bisnis saya dulu bangkrut, Puji Tuhan sekarang lancar. Tapi di China …

Ada kesaksian tentang seorang anak perempuan. Papa mamanya ngga percaya Tuhan . Tiap kali anaknya berdoa selalu diomelin. Kalau di Indo kita pasti berharap akhirnya papa mamanya percaya. Memang akhirnya papa mamanya percaya. Tapi papa mamanya percaya justru di hari PEMAKAMAN anak perempuan itu. Anak itu akhirnya mati karena kecelakaan yang tragis … menurut kita itu ngga happy end … tapi setelah papa mamanya percaya Tuhan, mereka selalu bawa orang ke gereja. Pernah di 1 kebaktian mereka bawa 8 orang!! Dan semuanya (8 org itu) percaya Tuhan!

Ada kesaksian tentang seorang pensiunan kepala sekolah yang akhirnya bertobat. 4 hari sesudah dia bertobat, dia bawa 2 orang percaya Tuhan . 6 bulan kemudian, dia buka 1 persekutuan di rumahnya! Kepala sekolah ini tiap kali baca alkitab pasti nangis … dia menyesal kenapa ngga dari dulu percaya Tuhan !

Ada lagi kesaksian tentang seorang yang bisnisnya bangkrut, karena stress dia sakit parah, lalu di rumah sakit dia percaya Tuhan Yesus (kalau di Indo biasanya ‘akhirnya happy ending’ penyakitnya sembuh, bisnisnya lancar), tapi dia ngga. Setelah dia percaya Tuhan Yesus, sakitnya tambah parah. Akhirnya … MATI. Ngga happy end kan?! Itu kan menurut kita … menurut Tuhan itu happy END!

Kesaksian yang laen tentang seorang suami, istrinya meninggal (ngga disembuhkan Tuhan loh!) Trus dia malah kesaksian. Selesai kesaksian dia nyanyi 1 lagu. You Yi Wei Shen (There’s A God).

Guys, can u see the difference?!

Mereka TIDAK PERNAH MEMIKIRKAN KENYAMAN MEREKA! itu bedanya dengan kita. Yang mereka pikirkan itu kemuliaan Tuhan, jiwa-jiwa bukan bisnis lancar! Bukan kesembuhan. Pikiran mereka selalu, gimana caranya supaya ada lebih banyak lagi orang yang percaya sama Tuhan ..

Fokus dari anak-anak Tuhan di China itu adalah jiwa-jiwa, jiwa-jiwadan JIWA-JIWA. Mereka ngga pernah berdoa minta sound system terbaru, mereka tidak pernah berdoa untuk mobil pastori yang baru … boro-boro mikir mobil, punya sepeda aje udeh Haleluya Puji Tuhan! yang mereka doakan adalah, TUHAN NYATAKAN KEMULIAANMU. Tambahkan jumlah orang-orang yang percaya. Kau sudah berkati kami dengan kasih-Mu yang melimpah, kami mau orang-orang laen juga percaya, juga menikmati kasih-Mu.

Ngga heran kalau jumlah orang percaya terus bertambah! Karena MEREKA TIDAK PERNAH MEMIKIRKAN DIRI SENDIRI. yang mereka pikirkan itu Tuhan! Gimana Tuhan ngga mengabulkan doa mereka, kalau mereka meminta apa yang jadi kerinduan Tuhan?!

Guys, saya ngga bilang tidak boleh berdoa supaya bisnis lancar, bukan itu. tapi kemana fokus hati kita! Berapa sering di Indo kita khotbah soal PI?!?! 1 bulan 1 kali … itu udeh banyak. Mereka tiap minggu! Dan ngga ada yang bosen. Kenapa?! Karena siapa pun yang khotbah, ada kuasa Tuhan yang bekerja. Dan banyak yang bertobat.

Hari ini, sebelon selesai kebaktian, ada seorang dokter yang bilang, bahwa dia yakin bahwa Tuhan PASTI akan menambah jumlah orang-orang percaya. Dia ngga bilang, semoga Tuhan menambah jumlah orang-orang percaya. Atau, Kalau Tuhan berkehendak. Dia bilang, Tuhan PASTI. Itu yang saya bilang iman yang bisa mengoncang surga. Mereka orang-orang yang sederhana, tapi mereka orang-orang yang mengerti HATI TUHAN!

Saya sih ngga heran kalau nanti di surga saya melihat ada encim-encim yang jualan sayur di pasar punya kedudukannya lebih tinggi daripada banyak pendeta. Karena dia mengerti hati Tuhan! Kemana hati Tuhantertuju! JIWA-JIWA . Itu hati Tuhan.

Di Indo kita ribut soal transformasi … tapi masalahnya itu ngga akan bisa terjadi kalau orang-orang Kristen di Indo terus bersikap kayak anak-anak MANJA, yang cuman peduli dengan kesehatan saya, mobil saya, gereja saya, rumah saya, bisnis saya, anjing saya … saya saya saya dan saya. selama gereja cuman peduli dengan KESEJAHTERAAN gerejanya … non sense. Kalau gereja cuman peduli sama nama baik gereja, tata tertib gereja, mobil gereja, doktrin gereja, sound system gereja … pernah ngga sih kita berpikir, apa Tuhan seneng denger doa yang isinya cuman berkati saya, berkati saya, berkati anjing saya!

guys, GROW UP!! STOP MIKIRIN DIRI SENDIRI. pikirkan orang laen! Pikirkan gereja lain. Jangan cuman kebutuhan gerejamu! Pikirkan negaramu, jangan cuman dirimu!

Guys, saya dan teman-teman saya di sini berpikir … kapan yah, kalau kita balik ke Indo kita bisa liat gereja-gereja berubah. Ngga saling berantem. Ngga saling tuding-tuding, “Sesat loe! Gereja gue paling bener, paling sah.” Kapan yah kita bisa liat anak-anak muda di banyak gereja, bisa puji Tuhan dengan semangat sekalipun tanpa musik … kapan yah kita bisa liat anak-anak Tuhan di Indo punya semangat yang berkobar-kobar untuk PI ke orang-orang di sekelilingnya. Kapan yah kita bisa denger kesaksian-kesaksian yang lahir dari kesesakan … bukan cuman karena dapet rejeki nomplok! Ujian lulus! Kapan ya …

Saya rindu, itu sudah terjadi sebelon Tuhan Yesus datang kembali …

Sumber : mailist doa-satu-menit

Kesaksian Pdt. Muhammad Riza Solihin (Kerusuhan di Sampit)

May 14, 2008

Seperti biasa, setiap Hari Rabu malam Ada KKR di gereja dan tadi malam
kesaksiannya dahsyat…. Kotbahnyapun luar biasa (Pdt. Mohammad Riza
Solihin). Tapi aku mau cerita yang bersaksi aja, nama ‘after re-born’ nya
adalah Yehezkiel Immanuel (nama aslinya N. Arifin).

Bpk. Yehezkiel ini (sekitar usia 30th an) asli Madura, alias Madura asli
beristrikan seorang turunan Dayak asli. Beliau memulai ceritanya bahwa dari
lahir adalah keturunan ‘sepupu’, usia17 thn masuk sekolah ‘teologianya
sepupu’, sewaktu dewasa hijrah ke Sampit, Kalimantan. Di sana kerjanya
adalah “ngerjain” orang-orang Kristen yang amat ia dan kelompoknya benci.
Setiap hari Minggu mereka sengaja mengangkat penutup ‘pengontrol got’ supaya
orang2 Kristen yang mau ke gereja yang melewati trotoar terjebak jatuh ke
dalam got !

Tidak sedikit korban yang keseleo dan luka. Hampir setiap subuh ia
mengantongi batu-batu khusus melempari gereja-gereja, pokoknya benci banget
dah !

Bpk. Yehezkiel ini kemudian berkenalan dengan seorang perempuan asli suku
Dayak di sana, yang mana sama sekali tidak memakai atribut Kristiani
sehingga ia tidak tahu kalau wanita ini orang Kristen. Namun setelah wanita
ini mengaku jatuh hati padanya, dan ketahuan bahwa ia seorang
nasrani tentulah ditolak mentah-mentah. Tapi karena sang wanita berjanji mau
pindah kepercayaan dan bersedia menikah secara hukum agamanya, maka
merekapun singkatnya menikah. Ternyata sang istri sesudah menikah tetap
berdoa dengan cara ‘lama’, bukannya belajar Al Quran, melainkan terus
membaca kitab sucinya sendiri.

Pertikaian sering terjadi, dan Bpk.Yehezkiel ini tidak tanggung-tanggung,
bukan menampar saja, melainkan amarahnya bisa sampai memukul, menganiaya
bahkan menginjak istrinya! Sudahpun demikian, sang istri hanya berkata,
“dibunuhpun saya tidak apa-apa, asal jangan engkau suruh saya menyembah
Tuhanmu, dan jangan bakar Alkitab saya ini. Saya sudah siap membayar harga
sejak saya menikah denganmu.” Istrinya tetap mendoakan dia.

Suatu kali (th ’99-2000) terjadi kerusuhan besar di Sampit, dimana orang
Dayak membantai orang- orang Madura, memenggal kepala mereka dan memakan
daging mereka! Bpk. Yehezkiel sangatlah ketakutan! Betapa tidak, orang Dayak
yang memiliki kuasa gelap ini bisa “mencium” bau orang Madura dari jarak 500
meter !

Beliaupun meminta tolong istrinya bagaimana caranya melindungi dia. Istrinya
berkali-kali menjawab, “Saya tidak bisa melindungimu. Yang bisa menolong
kamu adalah Tuhan Yesus, IA Tuhan yang hidup, yang menolong anak-anakNya
tepat pada waktunya. Tidak ada yang mustahil bagi DIA, jadi minta tolonglah
padaNya.”

Tentu saja Bpk. Yehezkiel jadi marah, “ngapain minta tolong sama Tuhanmu
yang gondrong, Tuhannya orang barat!”. Tapi ketika ketakutan menghantuinya
kembali dia minta tolong istrinya, “kan kamu orang Dayak, gimanalah caranya
ngomong sama mereka! Kalau aku mati, gimana?” Istrinya berkata, “kalau kamu
mati, ya kehendak Tuhan… Hanya Tuhan Yesus yang bisa menolong kamu, bukan
saya.”

Karena buntu, ia pun terpaksa memutuskan ikut ke pengungsian, tetapi istri
tidak bersedia ikut, anak mereka waktu itu baru beberapa bulan usianya.

Karena truk sudah datang, istrinya membawakan beliau sebuah tas kecil,
sambil berpesan, “semua yang kamu perlukan Ada dalam tas itu.” Bpk.Yehezkiel
tidak sempat membuka apa isinya, pokoknya dia percaya saja, lalu naik ke
truk dan duduk paling pojok, penuh dengan rasa takut. Truk tersebut dikawal
oleh 4 orang tentara, di dalamnya ada sekitar 20 orang.

Tiba2 di tengah jalan mereka bertemu dengan segerombolan orang Dayak yang
jumlahnya hampir seratus, berteriak agar diserahkan orang-orang Madura yang
di dalam truk.

Merasa bertanggung jawab, seorang tentara berkata, “tidak bisa! Langkahi
dulu kami!” Tentara tersebut menembak, tetapi sebuah ‘sumpit beracun’
menghujam dadanya, tentara itu tewas seketika!

Teman-temannya berlari dan meninggalkan ke 20 orang Madura di
dalamnya.Wah, mereka tentu takut setengah mati! Semua sembahyang dan
komat-kamit, hanya Bpk.Yehezkiel yang ‘kelu’, ketakutan menyergap dia
sehingga tidak tahu harus berbuat apa. Tiba-tiba seorang ibu muda berdiri,
sambil membopong bayinya, mungkin bermaksud meminta belas kasihan… namun
hanya dalam hitungan detik, kepalanya sudah jatuh ke tanah, dengan darah
yang tersembur dari batang leher yang putus! Suaminya reflek berdiri
menangkap bayinya, segera sebuah tombak menembus perutnya !

Saat itulah, Bpk. Yehezkiel “coba- coba” (siapa tahu benar kata istrinya)
berseru dalam hati, “Tuhannya istriku… Kalau benar Engkau Tuhan yang hidup
dan tidak ada yang mustahil bagiMu, maka permintaanku sangatlah mustahil:
aku ingin selamat! Dan kalau aku selamat maka seumur hidupku sampai
selama-lamanya aku akan menyembah Engkau.”

Dalam sekejap, ia merasakan ada sesuatu yang membungkus tubuhnya. Segera
satu persatu orang-orang dalam truk itu dibantai, Dan iapun harus berdiri…
tetapi aneh sekali, sekian banyak orang Dayak itu tidak ada yang melihatnya
!

Ia berjalan di antara orang-orang Dayak dengan penuh keheranan, lalu berlari
terus menuju sungai yang di pinggir jalan. Di belakangnya ia melihat 3 orang
mengejar, ia kira mengejar dirinya, ternyata… mereka ‘membaui’ ada orang
Madura yang bersembunyi dalam sungai, orang itupun mati ditombak! Tetapi
tetap saja mereka tidak melihat dan ‘membaui’ Bpk.Yehezkiel yang ada di
seberang sungai yang sama… sesuatu yang “mustahil” sudah Tuhan lakukan.
Apa yang ia harus lakukan sekarang ?

Sesudah peristiwa itu berakhir, ia kembali ke jalan raya dan berdoa (kali
ini bersuara). “Tuhannya istriku, kamp penampungan masih 8.5 km dari sini,
saya tidak tahu harus bagaimana… bukankah tidak ada yang mustahil bagiMu,
dan Engkau menolong anak-anakMu tepat pada waktunya?” Seketika itu, sebuah
mobil tentara lewat dan berhenti di depannya! “Bapak orang Madura kan? Ayo
cepat naik, kami mau ke penampungan, hari ini penyisiran terakhir
orang-orang Madura harus keluar dari Sampit ! ”

Terheran-heran ia melihat pekerjaan ‘Tuhan istrinya’… Sampai di kamp,
puluhan ribu orang-orang Madura di sana berkumpul. Karena sangat lapar, ia
mencoba membeli makanan, ternyata uangnya yang banyak itu tidak laku! Saat
itu, sebuah sepeda motor hanya ditukar dengan 1 dus supermi dan 1 karton
aqua. Untuk 3 dus supermi + 3 karton aqua ditukar dengan sebuah mobil L300,
harta tidak lagi berharga! Ia sangat kelaparan, dibukanya tas kecil
mengingat pesan istrinya, “apa saja yang kamu butuhkan ada di situ”
ternyata… isinya “hanya” sebuah Alkitab !

Maka sekali lagi ia berdoa, “Tuhan istriku… Engkau sudah menyelamatkan aku
sejauh ini, pastilah tidak membiarkan aku mati kelaparan. “Mustahil” rasanya
mendapatkan makanan di tengah situasi begini, tetapi bukankah tidak ada
perkara yang mustahil bagiMu?” Lalu ia beranjak keluar, berjalan saja
mengitari pinggiran camp, ternyata seorang teman melihat dia dan memanggil
namanya lalu membagikannya makanan, GRATIS !

Bukan hanya cukup untuk dirinya, ia juga bahkan bisa membagikan pada
beberapa orang lain. Luar biasa! Sesudah itu tiba2 terdengar suara speaker,
diumumkan ada truk2 yang siap mengangkut 3.000 orang ke Surabaya subuh nanti
(12 jam dari waktu itu), jadi yang mau ikut diharapkan naik ke truk. Maka
mengerikan sekali, orang-orang berhamburan berebutan naik ke atas truk,
bahkan bergelantungan di badan truk, yang penting bisa ikut terangkut ke
pelabuhan. Ketakutan membuat orang-orang ini kehilangan akal, betapa
tidak… di dalam kamp pun kadang2 ada yang bisa tertombak mati.

Tidak sedikit yang mati terinjak-injak saat itu !

Bpk. Yehezkiel ‘bengong’ melihat truk2 yang ‘diselimuti’ manusia, dan ia
berdoa, “Tuhannya istriku… aku ingin ke Surabaya, tapi tidak bisa dan
tidak mau naik truk yang seperti itu…”

Tiba-tiba ketika ia sedang berdiri di pinggir kamp, sebuah truk lewat,
isinya hanya beberapa orang ! Truk itu ternyata milik ipar pamannya, dan
iapun naik ke truk itu. Sampai di pelabuhan, begitu truk mereka naik ke
kapal, pintu kapalpun ditutup. Masih ratusan orang yang tidak terangkut,
seorang ibu tampak meratap, memohon belas kasihan, “suami dan bayi saya
sudah naik Pak, tolong saya bisa ikut… kasihan bayi saya bisa mati kalau
tidak ada yang menyusui… tolonglah saya, Pak…” Tetapi tanpa belas
kasihan petugas berkata, “Gak bisa! Kalau diijinkan pada naik akan melebihi
kapasitas !”

Tali dilepas dari dermaga, hati Bpk. Yehezkiel terenyuh melihat ibu itu.
Kapal sudah mulai berjalan perlahan, ia kembali berdoa, “Tuhannya
istriku…, kalaupun saya tidak ikut, saya ingin ibu itu bisa naik
menggantikan saya…” Ternyata kapal merapat kembali, terdengar suara kapten
dari speaker, “Semua penumpang yang masih ada di dermaga pelabuhan cepat
naik !” Sungguh, semua yang “mustahil” dan “pertolongan yang tepat waktu”
terus terjadi sepanjang hari, membuat Bpk. Yehezkiel ‘melihat’ betapa Tuhan
istrinya itu, Tuhan Yesus, adalah Tuhan yang hidup !

Melewati 7 thn berlalu, Bpk.Yehezkiel menyadari, karena seorang istri yang
bersedia membayar harga, ia saat ini mengenal dan melayani Tuhan Yesus.
Dalam perjalanan pulang di mobil, kami ber-3, rekan saya bilang, ‘istrinya
luar biasa !’.

———-
Benar, tapi memang untuk menyelamatkan seorang Yehezkiel (Arifin), istrinya
itu ditempatkan dan dilengkapi dengan karunia tersebut, maka ia siap
membayar harga. Kalo enggak, ampun deh…tolooonggg. ….mana tahan.

Ada satu ‘pesan’ luar biasa dari pdt. M. Riza (juga mantan agama seberang
pernah masuk acara “Solusi”) di akhir ibadah beliau bercerita diketemukan
dengan 3 orang tokoh besar agama yang penasaran ingin bertanya tentang
kekristenan, tapi 8 pendeta menolak karena tidak mau mengambil resiko
konflik agama, apalagi seorang dari mereka adalah orang ternama dalam
pemerintahan.

Tadinya Bpk. Riza menolak karena tidak memiliki argumentasi secara teologis,
tetapi orang yang meminta padanya meneguhkan bahwa Roh yang ada bersamanya
akan bersaksi asal dia bersedia, maka Bpk. Riza langsung mengatakan, “YA !”

Singkatnya, ia bertemu dengan ke-3 orang ini, plus seorang anak muda usia 21
th yang mendampingi. Mereka bertanya seputar (biasa deh) “Tritunggal, siapa
Isa/Yesus, apa bedanya Yesus dengan nabi mereka”. Semua dijawab dengan padat
dan dimengerti serta diterima oleh ke-3 orang ini.

Dalam 1,5 jam perbincangan yang akrab, pak Riza akhirnya membawa mereka
lunch, dan di perjalanan Bpk. Riza meng’interview’ anak muda usia 21 th
tersebut rupanya sudah 2 thn menerima Tuhan Yesus dan ketahuan, lalu
digebukin, ditikam, dianiaya… namun tidak keluar dari sana (karena Roh
yang mengutusnya tetap ada dalam lingkungan tersebut), dan tetap membalas
dengan kasih… kasih…kasih. .. sampai ke-3 sesepuhnya ini MENERIMA TUHAN
YESUS, bahkan sudah DIBAPTIS bersama dengan 11 orang lainnya di ‘pesantren’
mereka secara diam-diam.

Karena mereka tidak bisa keluar dari komunitas mereka (mengepalai 9 rumah
ibadah / pesantren dengan ribuan jemaat), maka pertanyaan2 dalam benak
mereka membuat mereka diam2 minta dipertemukan dengan hamba Tuhan Yesus.

Luar biasa ya… Akhir pertemuan itu, Bpk. Riza bertangis-tangisan, pemuka
agama tersebut minta didukung dalam DOA karena tidak mungkin menanggalkan
atributnya, tetapi ia terus akan mensyiarkan KASIH dan SANG KEBENARAN,
bahkan siap mati asal jemaah yang Tuhan percayakan pada mereka bisa
diselamatkan.

Halleluyah! Sama seperti pesan Bpk. Riza, saya juga mengajak kita terus
mendoakan saudara-saudara sepupu kita. Sekalipun kebencian demi kebencian,
gereja terus teraniaya dan dibakar, jangan hati kita ikut membenci mereka.

Kita membenci dosa dan perbuatan mereka, tapi harus mengasihi pribadi
mereka, sebab “hati Bapa adalah pertobatan jiwa-jiwa”. Mungkin kita tidak
bisa keluar menginjil, tapi “doa orang benar besar kuasanya”.

Sudah banyak darah para missionaris yang tumpah di bumi Indonesia, juga
tidak sedikit darah orang- orang benar yang mati martir. Setiap ‘benih’ yang
mati pasti akan menghasilkan buah yang banyak. Jika kita hanya bisa berkata,
“saya cuma bisa ikut berdoa” maka, BERDOALAH !

Ditulis dan dikirim oleh Aina. “Love your enemies and pray for those who
persecute you” Mat 5:44) “Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun
percaya – Yoh 20:29”

Sumber : Mailist Terangdunia

Kisah dibalik pembuatan Film The Passion of Christ

May 6, 2008

THE PASSION OF JIM CAVIEZEL

Jim Caviezel

Jim Caviezel adalah aktor Hollywood yang memerankan Tuhan Yesus dalam Film “The Passion Of Jesus Christ”. Ini Kesaksiannya,…

JIM CAVIEZEL ADALAH SEORANG AKTOR BIASA DENGAN PERAN2 KECIL DALAM FILM2 YANG JUGA TIDAK BESAR. PERAN TERBAIK YANG PERNAH DIMILIKINYA (SEBELUM THE PASSION) ADALAH SEBUAH FILM PERANG YANG BERJUDUL ” THE THIN RED LINE”. ITUPUN HANYA SALAH SATU PERAN DARI BEGITU BANYAK AKTOR BESAR YANG BERPERAN DALAM FILM KOLOSAL ITU.
Ben Chapli, John Cusack & Jim Caviezel in  The Thin Red Line
Dalam Thin Red Line, Jim berperan sebagai prajurit yang berkorban demi menolong teman-temannya yang terluka dan terkepung musuh, ia berlari memancing musuh kearah yang lain walaupun ia tahu ia akan mati, dan akhirnya musuhpun mengepung dan membunuhnya. Kharisma kebaikan, keramahan, dan rela berkorbannya ini menarik perhatian Mel Gibson, yang sedang mencari aktor yang tepat untuk memerankan konsep film yang sudah lama disimpannya,
menunggu orang yang tepat untuk memerankannya.

“Saya terkejut suatu hari dikirimkan naskah sebagai peran utama dalam sebuah film besar. Belum pernah saya bermain dalam film besar apalagi sebagai peran utama. Tapi yang membuat saya lebih terkejut lagi adalah ketika tahu peran yang harus saya mainkan. Ayolah…, Dia ini Tuhan, siapa yang bisa mengetahui apa yang ada dalam pikiran Tuhan dan memerankannya? Mereka pasti bercanda.

Besok paginya saya mendapat sebuah telepon, “Hallo ini, Mel”. Kata suara dari telpon tersebut. “Mel siapa?”, Tanya saya bingung. Saya tidak menyangka kalau itu Mel Gibson, salah satu actor dan sutradara Hollywood yang terbesar. Mel kemudian meminta kami bertemu, dan saya menyanggupinya.

Saat kami bertemu, Mel kemudian menjelaskan panjang lebar tentang film yang akan dibuatnya. Film tentang Tuhan Yesus yang berbeda dari film2 lain yang pernah dibuat tentang Dia. Mel juga menyatakan bahwa akan sangat sulit dalam memerankan film ini, salah satunya saya harus belajar bahasa dan dialek alamik, bahasa yang digunakan pada masa itu.
Dan Mel kemudian menatap tajam saya, dan mengatakan sebuah resiko terbesar yang mungkin akan saya hadapi. Katanya bila saya memerankan film ini, mungkin akan menjadi akhir dari karir saya sebagai actor di Hollywood.

Sebagai manusia biasa saya menjadi gentar dengan resiko tersebut. Memang biasanya aktor
pemeran Yesus di Hollywood, tidak akan dipakai lagi dalam film-film lain.
Ditambah kemungkinan film ini akan dibenci oleh sekelompok orang Yahudi yang berpengaruh besar dalam bisnis pertunjukan di Hollywood . Sehingga habislah seluruh karir saya dalam dunia perfilman.

Dalam kesenyapan menanti keputusan saya apakah jadi bermain dalam film itu, saya katakan padanya. “Mel apakah engkau memilihku karena inisial namaku juga sama dengan Jesus Christ (Jim Caviezel), dan umurku sekarang 33 tahun, sama dengan umur Yesus Kristus saat Ia disalibkan?”
Mel menggeleng setengah terperengah, terkejut, menurutnya ini menjadi agak menakutkan. Dia tidak tahu akan hal itu, ataupun terluput dari perhatiannya. Dia memilih saya murni karena peran saya di “Thin Red Line”.

Baiklah Mel, aku rasa itu bukan sebuah kebetulan, ini tanda panggilanku, semua orang harus
memikul salibnya. Bila ia tidak mau memikulnya maka ia akan hancur tertindih salib itu. Aku tanggung resikonya, mari kita buat film ini!
Maka saya pun ikut terjun dalam proyek film tersebut. Dalam persiapan karakter selama berbulan-bulan saya terus bertanya-tanya, dapatkah saya melakukannya?
Keraguan meliputi saya sepanjang waktu. Apa yang seorang Anak Tuhan pikirkan, rasakan, dan lakukan. Pertanyaan-pertanya an tersebut membingungkan saya, karena begitu banya referensi mengenai Dia dari sudut pandang berbeda-beda.

Akhirnya hanya satu yang bisa saya lakukan, seperti yang Yesus banyak lakukan yaitu lebih banyak berdoa. Memohon tuntunanNya melakukan semua ini.
Karena siapalah saya ini memerankan Dia yang begitu besar. Masa lalu saya bukan seorang yang
dalam hubungan denganNya. Saya memang lahir dari keluarga Katolik yang taat, kebiasaan-kebiasaan baik dalam keluarga memang terus mengikuti dan menjadi dasar yang baik dalam diri saya.

Saya hanyalah seorang pemuda yang bermain bola basket dalam liga SMA dan kampus, yang bermimpi menjadi seorang pemain NBA yang besar. Namun cedera engkel menghentikan karir saya sebagai atlit bola basket. Saya sempat kecewa pada Tuhan, karena cedera itu, seperti hancur seluruh hidup saya.
Saya kemudian mencoba peruntungan dalam casting-casting, sebuah peran sangat kecil membawa saya pada sebuah harapan bahwa seni peran munkin menjadi jalan hidup saya.

Kemudian saya mendalami seni peran dengan masuk dalam akademi seni peran, sambil sehari-hari saya terus mengejar casting.
Dan kini saya telah berada dipuncak peran saya. Benar Tuhan, Engkau yang telah merencanakan
semuanya, dan membawaku sampai disini. Engkau yang mengalihkanku dari karir di bola basket, menuntunku menjadi aktor, dan membuatku sampai pada titik ini. Karena Engkau yang telah memilihku, maka apapun yang akan terjadi, terjadilah sesuai kehendakMu.

Saya tidak membayangkan tantangan film ini jauh lebih sulit dari pada bayangan saya.
Di make-up selama 8 jam setiap hari tanpa boleh bergerak dan tetap berdiri, saya adalah orang
satu-satunya di lokasi syuting yang hampir tidak pernah duduk. Sungguh tersiksa menyaksikan kru yang lain duduk-duduk santai sambil minum kopi. Kostum kasar yang sangat tidak nyaman, menyebabkan gatal-gatal sepanjang hari syuting membuat saya sangat tertekan.

Salib yang digunakan, diusahakan seasli mungkin seperti yang dipikul oleh Yesus saat itu. Saat
mereka meletakkan salib itu dipundak saya, saya kaget dan berteriak kesakitan, mereka mengira itu akting yang sangat baik, padahal saya sungguh-sungguh terkejut. Salib itu terlalu berat, tidak
mungkin orang biasa memikulnya, namun saya mencobanya dengan sekuat tenaga.
Yang terjadi kemudian setelah dicoba berjalan, bahu saya copot, dan tubuh saya tertimpa
salib yang sangat berat itu. Dan sayapun melolong kesakitan, minta pertolongan. Para kru mengira itu akting yang luar biasa, mereka tidak tahu kalau saya dalam kecelakaan sebenarnya. Saat saya memulai memaki, menyumpah dan hampir pingsan karena tidak tahan dengan sakitnya, maka merekapun terkejut, sadar apa yang sesungguhnya terjadi dan segera memberikan saya perawatan medis.
Jim Caviezzel dalam The Passion Of The Christ
Sungguh saya merasa seperti setan karena memaki dan menyumpah seperti itu, namun saya hanya manusia biasa yang tidak biasa menahannya. Saat dalam pemulihan dan penyembuhan, Mel datang pada saya. Ia bertanya apakah saya ingin melanjutkan film ini, ia berkata ia sangat mengerti kalau saya menolak untuk melanjutkan film itu.

Saya bekata pada Mel, saya tidak tahu kalau salib yang dipikul Tuhan Yesus seberat dan semenyakitkan seperti itu. Tapi kalau Tuhan Yesus mau memikul salib itu bagi saya, maka saya akan sangat malu kalau tidak memikulnya walau sebagian kecil saja. Mari kita teruskan film ini.

Maka mereka mengganti salib itu dengan ukuran yang lebih kecil dan dengan bahan yang lebih
ringan, agar bahu saya tidak terlepas lagi, dan mengulang seluruh adegan pemikulan salib itu. Jadi yang penonton lihat didalam film itu merupakan salib yang lebih kecil dari aslinya.

Bagian syuting selanjutnya adalah bagian yang mungkin paling mengerikan, baik bagi penonton dan juga bagi saya, yaitu syuting penyambukan Yesus.
Saya gemetar menghadapi adegan itu, Karena cambuk yang digunakan itu sungguhan. Sementara punggung saya hanya dilindungi papan setebal 3 cm.
Jim Caviezel  As Jesus Christ
Suatu waktu para pemeran prajurit Roma itu mencambuk dan mengenai bagian sisi tubuh saya yang tidak terlindungi papan. Saya tersengat, berteriak kesakitan, bergulingan ditanah sambil memaki orang yang mencambuk saya. Semua kru kaget dan segera mengerubungi saya untuk memberi pertolongan. Tapi bagian paling sulit, bahkan hampir gagal dibuat yaitu pada bagian
penyaliban. Lokasi syuting di Italia sangat dingin, sedingin musim salju, para kru dan figuran harus manggunakan mantel yang sangat tebal untuk menahan dingin. Sementara saya harus telanjang dan tergantung diatas kayu salib, diatas bukit yang tertinggi disitu. Angin dari bukit itu bertiup seperti ribuan pisau menghujam tubuh saya. Saya terkena hypothermia (penyakit kedinginan yang bisa mematikan), seluruh tubuh saya lumpuh tak bisa bergerak, mulut saya gemetar bergoncang tak terkendalikan. Mereka harus menghentikan syuting, karena nyawa saya jadi taruhannya.

Semua tekanan, tantangan, kecelakaan dan penyakit membawa saya sungguh depresi. Adegan-adegan tersebut telah membawa saya kepada batas kemanusiaan saya. Dari adegan-keadegan lain semua kru hanya menonton dan menunggu saya sampai pada batas kemanusiaan saya, saat saya tidak mampu lagi baru mereka menghentikan adegan itu. Ini semua membawa saya pada batas-batas fisik dan jiwa saya sebagai manusia. Saya sungguh hampir gila dan tidak tahan dengan semua itu, sehingga seringkali saya harus lari jauh dari tempat syuting untuk berdoa. Hanya untuk berdoa, berseru pada Tuhan kalau saya tidak mampu lagi, memohon Dia agar memberi kekuatan bagi saya untuk melanjutkan semuanya ini. Saya tidak bisa, masih tidak bisa membayangkan bagaimana Yesus sendiri melalui semua itu, bagaimana menderitanya Dia. Dia bukan sekedar mati, tetapi mengalami penderitaan luar biasa yang panjang dan sangat menyakitkan, bagi fisik maupun jiwaNya.

Dan peristiwa terakhir yang merupakan mujizat dalam pembuatan film itu adalah saat saya ada diatas kayu salib. Saat itu tempat syuting mendung gelap karena badai akan datang, kilat sambung menyambung diatas kami. Tapi Mel tidak menghentikan pengambilan gambar, karena memang cuaca saat itu sedang ideal sama seperti yang seharusnya terjadi seperti yang diceritakan.

Saya ketakutan tergantung diatas kayu salib itu, disamping kami ada dibukit yang tinggi, saya adalah objek yang paling tinggi, untuk dapat dihantam oleh halilintar. Baru saja saya berpikir ingin segera turun karena takut pada petir, sebuah sakit yang luar biasa menghantam saya beserta cahaya silau dan suara menggelegar sangat kencang. Dan sayapun tidak sadarkan diri.

Yang saya tahu kemudian banyak orang yang memanggil-manggil meneriakkan nama saya, saat saya membuka mata semua kru telah berkumpul disekeliling saya, sambil berteriak-teriak “dia sadar! dia sadar!”.
“Apa yang telah terjadi?” Tanya saya. Mereka bercerita bahwa sebuah halilintar telah menghantam saya diatas salib itu, sehingga mereka segera menurunkan saya dari situ…

Tubuh saya menghitam karena hangus, dan rambut saya berasap, berubah menjadi model Don King. Sungguh sebuah mujizat kalau saya selamat dari peristiwa itu.
Melihat dan merenungkan semua itu seringkali saya bertanya, “Tuhan, apakah Engkau menginginkan film ini dibuat? Mengapa semua kesulitan ini terjadi, apakah Engkau menginginkan film ini untuk dihentikan”? Namun saya terus berjalan, kita harus melakukan apa yang harus kita lakukan. Selama itu benar, kita harus terus melangkah. Semuanya itu adalah ujian terhadap iman kita, agar kita tetap dekat padaNya, supaya iman kita tetap kuat dalam ujian.

Orang-orang bertanya bagaimana perasaan saya saat ditempat syuting itu memerankan Yesus. Oh… itu sangat luar biasa… mengagumkan… tidak dapat saya ungkapkan dengan kata-kata. Selama syuting film itu ada sebuah hadirat Tuhan yang kuat melingkupi kami semua, seakan-akan Tuhan sendiri berada disitu, menjadi sutradara atau merasuki saya memerankan diriNya sendiri.
Itu adalah pengalaman yang tak terkatakan. Semua yang ikut terlibat dalam film itu mengalami lawatan Tuhan dan perubahan dalam hidupnya, tidak ada yang terkecuali. Pemeran salah satu prajurit Roma yang mencambuki saya itu adalah seorang muslim, setelah adegan tersebut, ia menangis dan menerima Yesus sebagai Tuhannya. Adegan itu begitu menyentuhnya. Itu sungguh luar biasa. Padahal awalnya mereka datang hanya karena untuk panggilan profesi dan pekerjaan saja, demi uang. Namun pengalaman dalam film itu mengubahkan kami semua, pengalaman yang tidak akan terlupakan.
Dan Tuhan sungguh baik, walaupun memang film itu menjadi kontroversi. Tapi ternyata ramalan bahwa karir saya berhenti tidak terbukti. Berkat Tuhan tetap mengalir dalam pekerjaan saya sebagai aktor. Walaupun saya harus memilah-milah dan membatasi tawaran peran sejak saya memerankan film ini.

Saya harap mereka yang menonton The Passion Of Jesus Christ, tidak melihat saya sebagai aktornya. Saya hanyalah manusia biasa yang bekerja sebagai aktor, jangan kemudian melihat saya dalam sebuah film lain kemudian mengaitkannya dengan peran saya dalam The Passion dan menjadi kecewa. Tetap pandang hanya pada Yesus saja, dan jangan lihat yang lain. Sejak banyak bergumul berdoa dalam film itu, berdoa menjadi kebiasaan yang tak terpisahkan dalam hidup saya. Film itu telah menyentuh dan mengubah hidup saya, saya berharap juga hal yang sama terjadi pada hidup anda. Amin.

“TUHAN YESUS MEMBERKATI KITA SEMUA”

Sumber : Terangdunia mailinglist

KESAKSIAN MANTAN PERAMAL DAN AHLI HONG SUI

April 28, 2008

Nama asli saya adalah Tjong Khim Long/ Tjuk Lin Tse alias Yusuf. Tjuk Lin Tse adalah nama praktek saya. Saya berasal dari Kalimantan Barat dan sudah menetap di Jakarta selama 21 tahun sebagai seorang Sinshe. Saya juga masuk dalam ikatan Sinshe-sinshe di Indonesia. Sebagai peramal nasib, saya mulai dengan memasang tarip sebesar Rp. 500, untuk setiap pasien. Tarip terakhir sebelum saya bertobat, yaitu tahun 1988 sebesar Rp. 150.000, setiap pasien untuk waktu ½ jam. Pasien saya begitu banyak sampai harus menunggu giliran 2-3 bulan, bahkan 4 bulan untuk diramal nasibnya.

Selama 21 tahun saya tidak pernah memasang iklan, tetapi dapat menjadi begitu terkenal dan saya mempunyai 46 orang murid, baik di dalam maupun di luar negeri, terdiri dari 34 pria dan 12 wanita: Murid yang paling jauh dari Canada,sedangkan yang paling dekat dari Singapore dan Malaysia. Yang dari Indonesia terpencar dari berbagai daerah. Setiap murid harus membayar antara 9-10 juta rupiah pada saat itu. Mereka belajar hal meramal nasib, melihat Hong Sui,membuat Hoe dan Pak Kwa.

CARA MERAMAL NASIB
Sekarang saya mau menerangkan bagaimana saya meramal nasib. Sewaktu pasien mendaftar dan tiba gilirannya untuk diramal maka pada saat pasien datang, saya dapat mengetahui persoalan apa yang terjadi yang menyebabkan pasien tersebut mencari saya; baik itu masalah usaha, masalah rumah tangga dan lain-lain. Saya juga dapat mengetahui penyakit apa yang diderita oleh pasien tersebut atau penyakitnya mengharuskan dia dioperasi dan barapa kali dia sudah dioperasi saya dapat mengetahuinya. Lebih dari itu, anak-anaknya dengan tanda-tanda yang ada pada tubuhnya laki-laki atau perempuan, janda atau duda dan lain-lain, semuanya dapat saya ketahui.

Sebenarnya itu bukan karena kehebatan saya, sebab cara saya meramal berasal dari ilmu keturunan nenek moyang saya, bukan karena mempelajari buku-buku. Sejak kecil saya sudah dilatih dengan sembahyang, puasa serta membaca mantra-mantra. Pada saat saya menghadapi pasien untuk diramal, sebenarnya roh yang pada pasien itulah yang telah memberitahu kepada roh yang mengikuti saya. Murid saya yang belum sepenuhnya luluspun sudah dapat disertai dengan roh yang dapat memberitahukan segala sesuatu kepadanya. Dengan adanya roh dari pasien yang memberitahukan kepada roh yang mengikuti saya, kemudian mamberikan firasat kepada saya, maka saya berani menyampaikan ramalan nasib pasien saya secara tepat.

Lalu bagaimana saya yang memiliki latar belakang kehidupan yang sedemikian, dapat percaya kepada Tuhan Yesus, padahal sebelumnya saya sama sekali tidak dapat percaya kepada Tuhan Yesus. Menurut pendapat saya sebelumnya, Tuhan Yesus tidak sebangsa dengan saya, bagaimana Dia dapat membawa saya ke Sorga? Mimpipun tidak mungkin, pikir saya. Saya mengatakan, bahwa Alkitab adalah tulisan manusia, bukan secara langsung dijatuhkan dari langit. Namun ternyata saat ini saya dapat menjadi orang yang lebih percaya kepada Tuhan Yesus, lebih daripada sebagian orang-orang Kristen.

Saya menjadi Kristen bukan melalui kesaksian Orang Kristen, bahkan seandainya ada yang menyodorkan 100 juta rupiah sekalipun supaya saya mau menjadi orang Kristen, saya akan menolaknya. Saya dapat percaya kepada Tuhan Yesus melalui satu proses yang panjang dari Tuhan sendiri.

KENAPA SAYA DAPAT PERCAYA KEPADA TUHAN YESUS?
Tgl. 01 Pebruari 1988 itulah titik awal di mana saya mulai percaya kepada Tuhan Yesus. Setiap manusia mamiliki cinta kasih dan melalui hal inilah saya dapat mengenal Tuhan Yesus. Cinta kasih yang akan saya paparkan di sini adalah cinta kasih antara suami istri.

Pada tgl.23 Maret 1987 isteri saya telah meninggal dunia karena penyakit tidak nafsu makan. Meskipun saya seorang Sinshe, saya tidak pernah membuka resep untuk isteri saya, melainkan menghubungi Sinshe lain yang terkenal untuk membukakan resep untuk istri saya.

Di rumah saya ada satu kamar yang keadaannya seperti layaknya sebuah kelenteng, 21 tahun yang lalu patung yang saya sembah itu dapat bergerak dan selama isteri saya sakit, saya menyembah kepada berhala-berhala itu. ternyata hasilnya tidak ada, demikian juga usaha-usaha saya yang lain bagi kesembuhan isteri saya.

Terakhir isteri saya masuk rumah sakit, tetapi dokter tidak dapat menemukan penyakit apa yang diderita oleh istri saya. Hasil check up secara menyeluruhpun mengatakan bahwa isteri saya sehat, tidak ada sesuatu penyakit. Saat itu keadaan isteri saya setiap hari hanya dapat makan sebanyak dua (2) sendok, jika ditambah satu(l) sendok lagi dia akan muntah. Setelah menghadapi jalan buntu, isteri saya menyatakan bahwa dia menerima Tuhan Yesus dan percaya kepadaNya. Meskipun saya sama sekali tidak percaya kepada Tuhan Yesus, namun karena rasa cinta kasih saya kepada isteri, saya terpaksa mengijinkannya. Pada saat istri saya percaya kepada Tuhan Yesus, dia tidak didoakan oleh siapa-siapa, hanya seorang putra dan putri saya yang belum Kristen pada saat itu. Setelah didoakan, pada malam itu isteri saya dapat tidur dengan nyenyak.

Keesokan harinya, ketika dia bangun, wajahnva begitu berseri-seri dan sejak itu setiap malam dia dapat tidur dengan tenang. Di lain pihak ternyata hal itu justru membuat saya tidak dapat tidur. Kenapa dapat terjadi hal yang demikian? Bayangkan, isteri saya sudah percaya kepada Tuhan Yesus, tetapi di rumah saya masih penuh dengan berhala. Menurut ramalan saya dalam waktu 8-10 hari lagi istri saya akan pulang ke rumah dan situasi rumah yang demikian jelas akan merupakan satu persoalan untuknya. Sebagai orang yang percaya Tuhan Yesus, isteri saya akan mengucapkan “Haleluyah dan Puji Tuhan”, sedangkan saya masih harus mengucapkan kata-kata untuk berhala. Perbedaan hidup yang demikian jelas akan mendatangkan suasana yang tidak baik.

BERHALA-BERHALA DI RUMAH SAYA DIHANCURKAN
Segera saya mengumpulkan murid-murid saya untuk mengadakan rapat, tetapi mereka juga tidak dapat memberikan satu usul tepat sebagai jalan keluarnya. Namun karena rasa cinta kasih saya, segala macam berhala itu kemudian saya hancurkan, termasuk patung yang dapat bergerak dari zaman dinasti Ming tersebut.

Kira-kira 6 jam sebelum isteri saya meninggal dunia, dokter baru dapat menemukan bahwa isteri saya terkena penyakit kanker usus yang sebelumnya kami mengira hanya wasir saja. Saat isteri saya meninggal dunia saya belum percaya kepada Tuhan Yesus, namun dikarenakan isteri saya sudah percaya kepada Tuhan Yesus, upacara kematiannya diadakan secara Kristen dan kemudian setiap malam hari diadakan kebaktian penghiburan di rumah untuk beberapa waktu saya terpaksa mengikuti berdoa di dalam nama Tuhan Yesus dan mendengarkan tentang perihal Tuhan Yesus yang menyelamatkan dan memberikan Sorga kepada orang yang percaya kepadaNya. Saya ingin sekali mengetahui di mana isteri saya, di Sorga atau di Neraka. Menurut kata orang-orang Kristen dan pendeta-pendeta, isteri saya ada di Sorga, tetapi bagaimana mereka dapat memberikan bukti kepada saya. Tidak ada orang yang pernah ke Sorga dan kembali serta memberitahukan kepada saya, bahwa isteri saya ada disana.

MENGIKUTI SEMINAR PERTUMBUHAN GEREJA DI KOREA SELATAN
Pada bulan Agustus 1987 di Korea Selatan diadakan Seminar Pertumbuhan Gereja bagi orang-orang Asia dan kami sekeluarga yang bejumlah 7 orang ikut mendaftarkan diri. Saya hanya mengikuti acara-acara tersebut, tetapi tidak mengikuti kebaktiannya.

Banyak Gereja-gereja di Asia mengirimkan utusannya ke Korea tapi saya ikut datang ke sana hanya untuk mengetahui tentang Tuhan Yesus saja. Saya mempunyai 4 orang anak, seorang putra dan 3 orang putri. Putri saya yang sulung bisu tuli sama sekali tidak dapat mendengar meski ada bunyi petasan sekalipun. Putri sulung saya yang demikian juga saya ajak ke Korea. Kami juga pergi ke Bukit Doa di mana berduyun-duyun orang yang datang ke sana. Saat itu ada 163 orang dari Indonesia yang pergi ke sana termasuk saya sekeluarga. Di sana ada gua-gua untuk berdoa dan saya hanya sekedar mau tahu saja tentang gua-gua tsb. Saya sudah antri tetapi tidak pernah mendapat giliran.

Disana saya bertemu seorang penatua yang berasal dari Taiwan. Saya melihat dia berdoa untuk menyembuhkan orang-orang sakit tanpa mantera-mantera atau obat, hanya berdoa dalam nama Tuhan Yesus. Ada seseorang yang tangannya selisih panjang pendek, setelah didoakan dalam nama Tuhan Yesus, tangan yang pendek dapat menjulur keluar menjadi sama panjang. Saya juga adalah mantan pemain akrobat dan tukang sulap, tetapi apa yang saya lihat ini bukan sulapan. Kemudian saya meminta kepada penatua tersebut untuk menyembuhkan anak saya yang sulung. Dia menjawab bahwa dirinya tidak dapat menyembuhkan, yang diandalkan hanya kuasa dari Tuhan Yesus. Kesempatan inilah saya pergunakan untuk dapat melihat bagaimana kuasa Tuhan Yesus tersebut. Penatua itu meletakkan kedua jarinya di telinga anak saya lalu berdoa. Dia mengatakan, bahwa di dalam nama Tuhan Yesus anak ini harus dapat mendengar dan dapat berkata-kata Amin. Pada saat penatua itu selesai berdoa, dia memetikkan tangannya di belakang anak saya, anak saya sudah dapat mendengar. Peristiwa itu betul-betul membuat hati saya terharu, sebab 31 tahun putri sulung saya tidak pernah mendengar sesuatu suara apapun. Sekarang dia dapat mendengar hanya melalui doa. Penatua itu mengajarkan putri saya untuk mengucapkan kata-kata “Haleluyah” dan putri saya dapat mengikutinya meskipun dengan ucapan yang belum sepenuhnya tepat. Saat itu saya rasakan diri saya seperti orang udik yang pertama kali datang ke kota. saya merasakan kebesaran Tuhan Yesus.

SAYA MULAI MERASAKAN KUASA TUHAN YESUS
YANG HERAN Dari Korea saya kembali ke Indonesia mampir di Taiwan dan Hongkong. Biasanya setiap kali saya berada di Singapore atau Taiwan selalu didatangi banyak orang yang ingin diramal nasibnya, sehingga tidak dapat pergi ke mana-mana. Tetapi seat itu tidak ada yang mengetahui kedatangan saya di Taiwan sehingga saya dapat pergi ke tempat rekreasi Wu Lay. Ketika saya kembali dari tempat rekreasi tersebut, ternyata kaki saya menjadi bengkak, lebih besar dari sepatu saya.

Dikarenakan jadwal penerbangan yang sudah diatur maka dari Taiwan saya mampir ke Hongkong dengan kaki yang bertambah bengkak lagi. Saya sempat berpikir jika demikian jangan-jangan saya harus menenteng sepatu saya sampai ke Indonesia. Oleh karena itu saya memanggil kedua putri saya untuk mendoakan saya. Setelah didoakan dalam nama Tuhan Yesus ternyata belum terlihat hasilnya, didoakan kedua kali juga belum tampak adanya perubahan, sehingga saya katakan biar sajalah, saya mau tidur saja tetapi keesokan harinya ketika saya bangun ternyata kaki saya sudah sembuh. Dengan penuh sukacita saya pulang ke Indonesia bukan dengan menenteng sepatu, tetapi memakai sepatu. Saat itu saya belum mau percaya juga kepada Tuhan Yesus dan sesampai di Indonesia saya teruskan pekejaan saya sebagai peramal nasib.

Saat itu saya juga mengidap penyakit kencing manis dan tekanan darah tinggi kronis. Dengan keadaan tersebut saya ingin dapat mengetahui lebih jauh sampai dimana kuasa dari Tuhan Yesus. Saya sudah tidak mau makan obat lagi melainkan saya memanggil putra dan putri saya untuk mendoakan saya. Setelah berdoa saya pergi ke dokter untuk check up. Dokter menanyakan selama satu bulan saya tidak periksa itu telah berobat ke mana? Dokter terheran dengan hasil check up. Saya jawab, bahwa saya tidak berobat ke mana-mana. Dokter itu tidak percaya, tanpa berobat bagaimana mungkin penyakitnya dapat sembuh dan normal seperti itu, baik kencing manis maupun tekanan darah saya sudah normal kembali. Dulu tekanan darah saya untuk turun menjadi 150 saja sulit, tetapi sekarang dapat menjadi 130 – 85. Hal itu semakin membuat saya tahu bahwa ada kuasa yang besar di balik doa. Saya mau tidak mau harus mengakui kebesaran Tuhan Yesus, tetapi saya belum dapat percaya sepenuhnya kepadaNya, masalahnya adalah terletak pada pekerjaan saya sebagai peramal yang dengan begitu mudah dapat menghasilkan uang. Saat itu dalam sehari saja dapat memperoleh hasil 500-600 ribu rupiah padahal tanpa modal. Jika saya harus percaya kepada Tuhan Yesus, jelas pekerjaan saya tersebut harus saya tinggalkan dan saya tidak dapat mencari uang.

Posisi saya memang terjepit, sehingga saya memilih untuk tetap menjadi peramal nasib. Dan satu hal yang aneh ternyata juga banyak orang Kristen yang mau diramal nasibnya. Hal itu saya ketahui sebab sepulangnya saya dari Korea saya membeli 100 buah Alkitab dan setiap pasien yang datang kepada saya, saya berikan sebuah Alkitab, di antara mereka ada yang menyatakan, bahwa dirinya sudah memiliki Alkitab, berarti mereka adalah orang Kristen, mereka percaya kepada Tuhan Yesus. Ketika saya menanyakan kepadanya apakah Tuhan Yesus tidak menolong? Dia menjawab, bahwa dulu Tuhan Yesus menolong, tetapi sekarang tidak. Saya menasehati mereka, bahwa mereka pasti ada sesuatu kesalahan dan saya anjurkan segera kembali sungguh-sungguh datang kepada Tuhan . Saya bersaksi kepadanva bahwa saya yang paling tidak percaya, ternyata Tuhan Yesus masih mau menolong saya. Saat itu ramalan saya semakin terkenal, banyak juga orang-orang Kristen yang mau tahu, karena ada peramal yang membagikan Alkitab. Mereka menyatakan, bahwa di dunia ini sayalah satu-satunya peramal yang demikian.

SEKARANG SAYA BERTOBAT SUNGGUH-SUNGGUH
Untuk mengakhiri kesaksian saya, pada tgl. 01 Pebruari 1988 pukul 01.00 barulah saya percaya kepada Tuhan Yesus dengan sungguh-sungguh. Hari itu saya selesai melihat dua Hong Sui dan yang terakhir di Pondok Indah, suatu tempat yang begitu luas baik tanah dan bangunannya. Ketika tiba di sana, hujan turun dengan lebatnya, sehingga saya kesulitan untuk turun dari mobil. Saya membawa kompas, tetapi dari dalam mobil jarum penunjuk tidak dapat menunjuk dengan tepat,sehingga saya terpaksa turun dengan payung untuk melihat tempat tersebut. Sepulangnya dari sana, kira-kira sudah jam 20.00, setelah makan lalu tidur karena badan terasa sudah kurang enak.

Tengah malam saya terbangun dengan pernafasan yang tidak lancar alias sesak. Sebagai seorang Sinshe saya tahu bahwa ini merupakan gangguan jantung. Rasanya saya sudah tidak tahan, udara yang keluar terasa lebih banyak dari yang saya hirup dan dengan situasi yang demikian, saya sadari dalam waktu 5-10 menit saya akan meninggal dunia. Di saat yang demikian, saya teringat kuasa doa dan mulailah saya berlutut di atas tempat tidur, berdoa kepada Tuhan Yesus supaya melalukan masa kritis tersebut, sehingga saya dapat melihat hari esok. Setelah “Amin” ternyata hasilnya tidak ada, bahkan pernafasan saya terasa bertambah sesak. Saya mengulangi lagi dengan berlutut dan berdoa kepada Tuhan Yesus dan Amin lagi, ternyata hasilnya juga tidak ada. Hati saya menjadi sedemikian sesak dan menurut perhitungan, sisa waktu tinggal kira-kira dua menit lagi. Waktu yang pendek itulah yang akan menentukan saya masih dapat hidup atau harus meninggalkan dunia ini.

Dalam keadaan demikian untuk kembali menyembah berhala pada saat seperti itu sudah tidak memungkinkan, sebab semua berhala sudah tidak ada lagi, sehingga satu-satunya jalan adalah saya harus kembali berlutut dan berdoa kepada Tuhan Yesus. Situasi sudah sedemikian gawat, saya tidak hanya berdoa supaya disembuhkan, bahkan saya berjanji jika saya disembuhkan saya mau percaya dan menurut kepada Tuhan Yesus, bersaksi dan melayani Tuhan Yesus, meninggalkan segala profesi lama saya. Saat itu saya yakin, bahwa Tuhan Yesus hadir di depan saya. Seperti biasanya saya mengakhiri doa dengan kata “Amin”, tetapi heran saya, baru mengucapkan kata “A”, belum sampai “MIN”, pernapasan saya sudah lancar dan sembuh secara sempurna. Rasanya tubuh saya begitu segar seperti menjadi muda kembali dan saya dapat merasakan sukacita besar yang belum pernah saya alami selama 61 tahun saya hidup di dunia ini. Sejak saat itulah saya betul-betul percaya kepada Tuhan Yesus.

Saya adalah orang yang berpegang teguh kepada janji, sebab itu saya juga menepati janji saya kepada Tuhan Yesus. Tgl. 01 April 1988 saya mengumumkan, bahwa praktek meramal nasib, serta Hong Sui saya tutup meskipun masih banyak orang yang minta diramal, bahkan yang dari Taiwan, Singapore atau Malaysia. Tuhan mengasihi semua manusia, tetapi sayang hanya sedikit yang mau mengasihi Tuhan Yesus. Saya merasa sangat berhutang kepada Tuhan Yesus yang begitu mengasihi saya dan saya ingin dapat membalas kasihNya. Saya himbau Anda, kenalilah Tuhan Yesus Kristus, Percaya dan terimalah Dia dengan bulat hati. Percayalah kepadaNya senantiasa dengan 100% jangan 99%, maka hidup Anda diselamatkan, disembuhkan, diPulihkan di Dunia maupun di Sorga.
Kiranya melalui kesaksian ini, ini dapat berguna bagi Anda dalam menguatkan iman semua saudara seiman. AMIN.

Yohanes 3:16 “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini,sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal”.

Yohanes 14:6 Kata Yesus kepadanya:”Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku”.

Ibrani 2: 3-4 “Bagaimanakah kita akan luput, jikalau kita menyia-nyiakan keselamatan yang sebesar itu, yang mula-mula diberitakan oleh Tuhan dan oleh mereka yang telah mendengarnya, kepada kita dengan cara yang dapat dipercayai sedangkan Allah meneguhkan kesaksian mereka oleh tanda-tanda dan mujizat-mujizat dan oleh berbagai-bagai penyataan kekuasaan dan oleh Roh Kudus, yang dibagi-bagikanNya menurut kehendakNya”.

Ibrani 4:17b “Pada hari ini, jika kamu mendengar suaraNya, janganlah keraskan hatimu!”

Kisah Para Rasul 4:12 “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.”

Yohanes 1:12 “Tetapi semua orang yang menerimaNya diberinya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang parcaya dalam NamaNya”.

Amin.

Lydia Nursaid

April 28, 2008

Lagu indah, bernuansa etnik melayu tersebut menurut pengakuan Lidya adalah jasil buah karya aransemen suaminya, Yogie Ramlan, yang juga aktif dalam dunia pelayanan khususnya dalam bidang musik pujian. “Kami ingin melalui pujian ini banyak jiwa yang akan bisa diselamatkan dan datang pada Tuhan Yesus”, ungkap Lydia.

Yakin Jadi Pelayan Tuhan

Nama Lydia Nursaid memang tak asing dalam dunia pelayanan rohani Indonesia. Bersama nama-nama penyanyi rohani lain sekelas Diana Nasution, Minggus Tahitoe, Alex Kembar dan Herlyn Pirena, Lydia memang aktif dan kerap mengisi acara kesaksian pujian yang diadakan oleh pihak gereja atau persekutuan-persekutuan doa di tanah air.

Lydia mengaku bahwa pelayanan yang ia berikan benar-benar ditujukan demi kemuliaan nama Tuhan. “Saya merasa bahwa pelayanan yang saya lakukan ini masih belum seberapa dibanding pengorbanan yang sudah Tuhan Yesus berikan pada saya dan keluarga. Kasih kuasaNya sangat begitu besar”, ungkap ibu tiga anak ini.

Pilihan Lydia untuk melayani Tuhan sepenuh waktu memang patut diancungi jempol. Disaat namanya masih banyak diperhitungkan di blantika musik Indonesia sekuler, ia justru memilih jalan pelayanan rohani. “Saya yakin pilihan ini adalah yang plaing tepat sebab Tuhan seudah jamah dan bentuk saya sedemikian rupa untuk menjadi pelayanNya”,kata saudara kandung dari penyanyi Imamiar ini.

Beberapa album rohani sudah dihasilkan oleh Lydia dan semuanya rata-rata direspon positif oleh pasar kaset rohani. Tak hanya itu, wilayah pelayanan yang dilakukan Lidya juga tak tanggung-tanggung.

Didaerah-daerah terpencilpun, tetap ia datangi dan layani meski fasilitas sangat minim ataupun medan yang harus di tempuh cukup sulit. Mengenai hal ini, Lydia banyak menuturkan cerita tentang pelayanannya di wilayah Kalimantan atau di wilayah Irian beberapa waktu lalu.

“Kami percaya Tuhan Yesus selalu mendampingi dengan setia pelayanan yang saya lakukan. Pada wilayah manapun berusaha saya jangkau, sebab banyak jiwa yang dahaga dan rindu akan jamahan Tuhan”, ungkap Lydia.

Layani Daerah Terpencil

Pernah suatu ketika, saat pelayanan Lydia menginap di salah satu rumah penduduk. Wilayahnya cukup terpencil, pelosok yang masih belum tersentuh oleh keramaian. Yang memprihatinkan lagi, listrik pada wilayah tersebut juga masih belum ada sehingga penerangan yang ada hanya memakai lampu minyak. Tak hanya itu, Lydia juga rela tidur di ruangan yang kondisi rumahnya menyatu dengan kandang hewan ternak, seperti babi, sehingga kotorannya kadang tercium menyengat hidung. “Menyedihkan memang, tapi puji Tuhan, Haleluya! Semuanya itu justru berkesan di hati saya. Tuhan dalam kesederhanaan dan kepolosan mereka”, ungkap putri Said Kelana ini.

Pada sisi yang sama, Lydia juga menceritakan tentang kondisi pelayanan di wilayah pelosok terpencil negara kita yang kadang masih memprihatinkan. “Saya juga pernah mandi di sungai bersama ibu-ibu. Yang lucu, maaf, saat kami mandi tiba-tiba melintas kotoran manusia di depan kami. Tapi hal ii sudah biasa bagi saya, sebab sekali lagi, dimanapun dan bagaimanapun situasinya, saya harus senantiasa siap melayani dan memuliakan namaNya”, ungkap pelantun lagu hits sekuler Ironi ini.

Pengorbanan waktu serta karier Lydia dalam dunia rohani memang tak main-main. Hingga saat ini, Lydia masih tetap bersemangat menunjukkan totalitas pelayanannya pada Tuhan. Semenjak dirinya dijamah dan diselamatkan Tuhan hingga menjadi anakNya, Lydia telah banyak merasakan kasih karunia Tuhan. Pada setiap pelayanan, ia kerap aktif bersama suaminya khusunya dalam bidang musik pujian.

“Saya dan suami hanya ingin memberikan yang terbaik untuk Tuhan”, demikian ungkapnya saat itu.

Pertobatan Sang Jenderal

Di tengah-tengah keaktifan Lydia dalam pelayanan rohani, namanya ternyata masih tetap diingat oleh kalangan umum, terutama para pejabat teras negara. Tak pelak karena lagu-lagu hits sekuler yang pernah di dendangkan Lydia pernah jadi hits pada masanya, Lydia akhirnya sering diminta mengisi acara-acara kenegaraan termasuk pada momen jamuan yang diadakan para pejabat. Suatu ketika, Lydia mengisi acara menyanyi pada perayaan ulang tahun seorang jenderal sekaligus acara syukuran kenaikan pangkat.

Uniknya saat menyanyi, Lydia mengaku menyelipkan lagu-lagu rohani yang bernuansa riang dalam bahasa inggris, padahal yang hadir saat itu sebagian besar adalah non kristen. “Mereka tidak tahu, kalau lagu yang saya dendangkan adalah lagu pujian pada Tuhan, tapi berbahasa Inggris. Karena iramanya riang, mereka tak terlalu memperdulikan dan mereka hanya bergoyang mengikuti dendangan saya. Meski jauh dalam hati, saya berharap ada jiwa yang bisa dijamah Tuhan lewat pujian itu”, ungkap Lydia sambil tersenyum.

Selepas menyanyi, Lydia lantas didekati oleh sang Jenderal tersebut dan menanyakan kenapa ia jarang menyanyi sekuler dan lebih banyak menyanyi lagu rohani seperti yang ia sering saksikan pada acara mimbar agama Kristen atau acara Natal di televisi. Sang Jenderal ini nampaknya tidak tahu kalau Lydia sudah menjadi Kristen dan sudah total dalam bidang pelayanan. “Dari situ saya jawab bahwa saya sudah menjadi Kristen. Sesaat Pak Jenderal ini terperanjat mendengarkan pengakuan saya dan mengira maya masih muslim. Tapi sesaat kemudian, giliran saya yang terperanjat. Sebab saat di bisiki oleh Pak Jenderal, ia mengaku kalau dirinya bersama istri, mertua dan anaknya, juga baru saja menerima Yesus sebagai juru selamat namun masih belum di babtis. Beliau memang tidak mau ramai-ramai, mengingat pangkat dan jawbatannya yang strategis dan saya mengerti kondisinya. Dari situlah saya bersama suami lantas mendampingi keluarga Pak Jenderal untuk melayani iman mereka. Puji Tuhan, Halleluya, akhirnya mereka di babtis dalam Tuhan Yesus. Saya menganggap bahwa semua ini adalah campur tangan Tuhan. Kalau saja saya tak mengakui pada Pak Jenderal kalau saya sudah jadi pengikut Yesus, mungkin jiwa mereka untuk bisa terlayani juga akan terlepas, apalagi mereka masih terbilang jiwa yang baru mengenal Yesus, jadi butuh di dampingi”, ungkap Lydia.

Sumber : Gloria edisi 254